Indonesia  merupakan Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Hal inilah yang menjadi salah satu aspek penting dalam memilih produk makanan dengan sertifikasi halal. Selaras dengan hal tersebut, pemerintah berupaya menjalankan amanat Undang-Undang Dasar RI dengan menciptakan kondisi agar setiap pemeluk agama dapat menjalankan ajaran agamanya masing-masing dengan nyaman, salah satunya adalah dengan mewajibkan setiap pelaku usaha makanan memiliki sertifikat halal. Tak hanya para pebisnis produk makanan, para pedagang kaki lima (K5) juga diwajibkan memiliki sertifikat halal yang mulai berlaku pada, 18 Oktober 2024.

Peraturan sertifikasi halal diatur Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Penyelenggaraan jaminan produk halal dilaksanakan untuk menjamin keamanan dan kepastian atas tersedianya produk halal bagi masyarakat. Kewajiban untuk memiliki sertifikat halal diatur Pasal 4 UU Jaminan Produk Halal yang berbunyi;

Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal

Setelah produk mendapatkan sertifikasi halal langkah berikutnya adalah pelaku usaha wajib mencantumkan label halal pada kemasan produk atau bagian tertentu pada produk sebagaimana diatur Pasal 38 UU Jaminan Produk Halal. Adapun produk yang telah memiliki sertifikat halal dan telah mencantumkan label halal pada kemasan produknya artinya produk tersebut telah mendapatkan pengakuan kehalalan yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk halal (BPJPH) dan sesuai dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Selain dua lembaga tersebut, pihak yang terlibat dalam pemberian sertifikat halal adalah Kementerian Agama dan Lembaga Penyelia Halal (LPH).

Hal yang wajib disiapkan oleh pelaku usaha untuk mengajukan permohonan sertifikasi halal adalah informasi usaha dan produk secara benar, jelas, dan jujur, memisahkan lokasi, tempat dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara produk halal dan tidak halal, memiliki penyelia halal dan melaporkan perubahan komposisi bahan kepada BPJPH.

Menurut Pasal 18 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal mengatur bahwa bahan-bahan hewani yang diharamkan yaitu meliputi bangkai, darah, babi dan/atau hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat. Adapun ketentuan lainnya adalah Surat Keputusan LPPOM MUI Nomor SK 46/Dir/LPPOM MUI/XII/14 yang mengatur mengenai nama dan bentuk produk yang menyebabkan tidak dapat dilakukannya proses sertifikasi halal atas produk tersebut. Adapun produk yang tidak bisa mendapatkan sertifikasi halal adalah; 

  1. Nama produk yang mengandung nama minuman keras, contoh rootbeer, es krim rasa rum raisin, bir 0% alkohol
  2. Nama produk yang mengandung nama babi dan anjing serta turunannya contohnya babi goreng, hamburger, dan hotdog
  3. Nama produk yang mengandung nama setan seperti rawon setan dan es pocong
  4. Nama produk yang mengarah kepada hal-hal yang menimbulkan kekufuran dan kebatilan seperti coklat valentine dan biskuit natal
  5. Nama produk yang mengandung kata-kata dengan konotasi erotis, vulgar dan/atau porno.

Bentuk produk yang tidak dapat diberikan sertifikasi halal adalah; 

  1. Bentuk hewan babi dan anjing
  2. Bentuk produk atau label kemasan yang sifatnya erotis, vulgar dan/atau porno

Namun ada pengecualian bagi produk yang namanya menimbulkan asumsi produk tersebut tidak halal, padahal itu hanya penamaan saja. Pada kenyataannya produk tadi dibuat dengan menggunakan bahan-bahan halal atau tidak mengandung bahan haram. Produk-produk tersebut sebagai berikut: 

  1. Produk yang telah menjadi tradisi, dikenal secara luas dan telah dipastikan tidak mengandung unsur yang diharamkan seperti nama bir pletok, bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao.
  2. Merek produk yang mengandung nama produk haram lainnya dibolehkan untuk disertifikasi contohnya merek garuda, kubra, bear, crocodile, cap badak.
  3. Nama produk yang mengandung kata sexy dan sensual boleh disertifikasi contohnya lipstick sexy pinky, lotion sensual amber, dan spa sensual.

Berdasarkan tulisan di atas sudah bisa dipahami bahwa dalam mengajukan permohonan sertifikasi halal terdapat aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan meliputi bahan, nama, proses produksi hingga bentuk dari produk itu sendiri.

Baca Juga: HAK PADA KARYA CIPTA MUSIK

Translate »
× Konsultasi Sekarang