Dunia stand up comedy dikenal sebagai ruang kreatif yang menuntut orisinalitas tinggi. Setiap bit, punchline, maupun alur pertunjukan lahir dari proses panjang yang melibatkan pengalaman pribadi, riset mendalam, serta pemilihan diksi yang cermat. Dikarenakan sifatnya yang sangat personal, materi komedi sering kali menjadi “identitas” bagi seorang komika di mata penonton. Namun, tidak jarang muncul kontroversi ketika materi tersebut dibawakan kembali oleh pihak lain tanpa persetujuan penciptanya.
Praktik ini bukan hanya memunculkan persoalan etika di antara sesama pelaku industri, tetapi juga menimbulkan risiko pelanggaran hak cipta yang dapat berdampak pada reputasi, peluang komersial, hingga potensi sengketa hukum. Dalam dunia hiburan yang semakin kompetitif, memahami batas antara inspirasi dan pelanggaran menjadi sangat krusial, baik bagi komika, manajer, maupun penyelenggara acara. Lalu bagaimana jika komika menggunakan materi stand-up comedy milik orang lain? Dan apakah materi stand-up dianggap ciptaan dalam Undang-Undang Hak Cipta?
Tinjauan Yuridis Materi Stand-Up sebagai Ciptaan yang Dilindungi
Materi stand-up comedy termasuk dalam kategori ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU HC”), yang mencakup “ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya” serta “karya seni pertunjukan”. Dengan kata lain, baik naskah stand-up comedy yang ditulis maupun pertunjukannya di atas panggung merupakan bentuk ekspresi kreatif yang berada dalam lingkup perlindungan hukum. Perlindungan ini bersifat otomatis sejak ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata, baik melalui tulisan, rekaman audio-visual, atau pertunjukan langsung, tanpa memerlukan proses pendaftaran formal.
Namun, perlindungan hak cipta tidak berhenti pada pengakuan atas eksistensi karya. Ia juga mencakup dua dimensi penting yang melekat pada pencipta, yakni hak moral dan hak ekonomi. Hak moral adalah hak yang bersifat pribadi dan tidak dapat dialihkan, menjamin pencipta untuk tetap diakui sebagai pemilik karya, menjaga integritas ciptaan, serta menolak penggunaan yang merusak reputasi pencipta. Dalam stand-up comedy, ketika komika lain membawakan bit tanpa menyebut sumber, atau mengubahnya sedemikian rupa hingga merusak reputasi, itu dapat dikualifikasi sebagai pelanggaran hak moral.
Di sisi lain, hak ekonomi memberi pencipta hak eksklusif untuk mendapatkan manfaat finansial dari ciptaan, misalnya dengan menggandakan, mendistribusikan, mempertunjukkan, mengumumkan, mengomunikasikan, atau menyewakan ciptaan. Membawakan materi orang lain tanpa izin di panggung berbayar atau konten bermonetisasi pada platform digital umumnya melanggar hak ekonomi pencipta karena pertunjukan dan pengumuman publik adalah domain eksklusif pencipta/pemegang hak.
Baca juga: Mengupas Kasus Pelanggaran Hak Cipta di Indonesia dan Dampak Hukumnya
Lalu, bagaimana jika seorang komika menemukan materi stand-up comedy miliknya digunakan tanpa izin oleh orang lain?
Jika seorang komika menemukan bahwa materi stand-up comedy miliknya digunakan oleh orang lain tanpa izin, situasinya bukan sekadar persoalan etika, tetapi berpotensi menjadi pelanggaran hak cipta yang serius. Apabila komika lain membawakan materi tersebut di acara atau media lain tanpa sepengetahuan dan persetujuan pemiliknya, tindakan tersebut dapat dianggap sebagai penggandaan ciptaan tanpa hak. Penggandaan ini termasuk memperbanyak, merekam, atau menampilkan kembali materi untuk kepentingan publik tanpa lisensi dari pencipta.
Secara hukum, tindakan tersebut melanggar ketentuan Pasal 113 ayat (3) UU HC yang menyatakan bahwa:
“Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagamana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Terdapat sejumlah langkah hukum yang dapat ditempuh oleh komika ketika mendapati materinya digunakan tanpa izin. Tahapan awal yang disarankan adalah menghubungi pihak yang bersangkutan secara langsung untuk menyampaikan keberatan dan meminta penghentian penggunaan, atau menawarkan opsi pemberian izin resmi. Pendekatan informal ini sering kali menjadi langkah efektif untuk menghindari sengketa.
Jika upaya personal tersebut tidak membuahkan hasil, komika dapat melanjutkan ke tahap mediasi sebagai bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Mediasi memberi ruang bagi kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan damai tanpa melalui proses pengadilan, sehingga menghemat waktu dan biaya.
Apabila mediasi gagal atau pihak lawan menolak, langkah berikutnya adalah mengirimkan surat peringatan resmi (yang dikenal dengan sebutan surat somasi) atau cease and desist letter melalui kuasa hukum. Surat ini menjadi bukti bahwa pencipta telah menegur secara formal, serta menetapkan jangka waktu penghentian penggunaan materi. Surat peringatan ini juga dapat digunakan sebagai bukti pendukung di pengadilan jika sengketa berlanjut.
Bila pelanggaran terus dilakukan, komika berhak membawa perkara ke ranah litigasi dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga. Dalam proses ini, hakim akan menilai bukti dan memutuskan apakah telah terjadi pelanggaran hak cipta yang merugikan pencipta.
Materi stand-up bukan hanya sekadar hiburan, tapi karya intelektual yang dilindungi hukum. Mengutip tanpa izin bukan hanya tidak etis, tapi juga bisa berujung pada konsekuensi hukum. Oleh karena itu, komika perlu menjaga orisinalitas dan memahami hak cipta agar industri tetap sehat dan saling menghargai.***
Baca juga: Lindungi Bisnismu, Ini Panduan Legal Menggunakan Hak Cipta di Era Digital
Butuh panduan lebih lanjut tentang perlindungan karya di dunia kreatif?
Konsultasikan langsung dengan Tim SIP-R Consultant, kami siap membantu kamu menemukan solusi yang tepat, profesional, dan sesuai dengan kebutuhanmu!
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU HC”).
Referensi:
- Pujamantra, F., & Parmitasari, I. (2024). Materi stand up comedy sebagai objek perlindungan hak cipta di Indonesia. Prosiding Seminar Hukum Aktual Perkembangan Dan Isu Hukum Keperdataan-Bisnis Kontemporer, 58–74. (Diakses pada 15 Agustus 2025 pukul 09.45 WIB).
