Seiring dengan pesatnya perkembangan inovasi, perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual menjadi semakin krusial. Salah satu mekanisme perlindungan tersebut adalah paten, yang memberikan pemegangnya hak eksklusif untuk mengontrol pemanfaatan invensi yang telah mereka hasilkan. Selain sebagai sarana perlindungan inovasi, paten juga berperan penting dalam mendorong kemajuan teknologi serta pertumbuhan ekonomi. Namun, kepemilikan paten tidak hanya memberikan hak tetapi juga menuntut pemenuhan sejumlah kewajiban. Pemegang paten memiliki hak-hak tertentu yang harus dihormati oleh pihak lain, sekaligus kewajiban yang wajib dipenuhi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Pemahaman yang mendalam mengenai hak dan kewajiban pemegang paten sangat krusial. Tidak hanya bagi para pemegang paten itu sendiri, tetapi juga bagi pihak-pihak yang terlibat dalam industri dan penelitian. Dengan mengetahui hak dan kewajiban tersebut, pemegang paten dapat memaksimalkan manfaat dari invensinya, sementara pihak lain dapat menghindari pelanggaran yang dapat berujung pada konsekuensi hukum.
Hak dan Kewajiban Pemegang Paten Menurut Undang-Undang
Hak dan kewajiban pemegang Paten diatur dalam Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten”). Undang-Undang ini memberikan kerangka hukum yang jelas bagi pemegang Paten dalam menjalankan haknya, serta memenuhi kewajibannya.
- Hak Pemegang Paten
Dalam Pasal 19 ayat (1) UU Paten, dijelaskan bahwa Pemegang Paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya, memberi izin melaksanakan Paten yang dimilikinya kepada pihak lain, dan untuk melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya:
- Dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten;
- Dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan
- Dalam hal Paten-metode, sistem, dan penggunaan: menggunakan metode, sistem, dan penggunaan yang diberi paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Selain itu, pemegang Paten juga berhak saling memberikan Lisensi untuk menggunakan Paten pihak lainnya berdasarkan persyaratan yang wajar, sebagaimana diatur dalam Pasal 82A huruf b.
- Kewajiban Pemegang Paten
Pemegang paten memiliki tanggung jawab yang harus dipenuhi untuk memastikan bahwa hak eksklusif yang diberikan oleh negara digunakan secara optimal dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Salah satu kewajiban utama adalah membayar biaya tahunan guna mempertahankan paten sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU Paten yang menyatakan bahwa:
“Setiap Pemegang Paten atau penerima Lisensi Paten wajib membayar biaya tahunan.”
Selain itu, invensi yang telah memperoleh paten harus digunakan dalam wilayah Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 ayat (1) UU Paten, yang bertujuan untuk mendukung pemanfaatan teknologi dalam negeri serta menghindari praktik pematenan yang tidak memberikan manfaat bagi masyarakat.
Lebih jauh, pemegang paten juga memiliki kewajiban untuk menunjang transfer teknologi, penyerapan investasi, dan penyediaan lapangan pekerjaan, seperti yang diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UU Paten. Hal ini bertujuan agar paten tidak hanya menjadi alat perlindungan bagi pemegangnya tetapi juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengembangan industri di Indonesia.
Dengan memahami dan memenuhi kewajiban-kewajiban ini, pemegang paten tidak hanya menjaga legalitas haknya tetapi juga memastikan bahwa inovasi yang diciptakan dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan industri, teknologi, dan kesejahteraan masyarakat secara luas. Paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan negara kepada inventor atas hasil invensinya yang mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.
Konsekuensi Hukum bagi Pelanggar Hak dan Kewajiban Paten
Hak paten dilindungi secara mutlak di dalam Undang-Undang, sehingga bentuk-bentuk pelanggarannya pun akan menuai konsekuensi yang serius, baik dalam bentuk sanksi perdata maupun pidana. Perbuatan yang dilarang dan akan menimbulkan konsekuensi hukum pun telah diatur dalam Pasal 160 UU Paten, yakni:
Setiap Orang tanpa persetujuan Pemegang Paten dilarang:
- Dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten; dan/atau
- Dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Undang-Undang Paten menjadi dasar hukum utama dalam pemberian sanksi bagi pelanggar hak paten, yakni sebagai berikut:
- Sanksi Perdata
Dalam Pasal 143 ayat (1) UU Paten ditegaskan bahwa Pemegang paten atau penerima lisensi berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga terhadap setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan yang merugikan hak pemegang paten. Gugatan ganti rugi tersebut hanya dapat diterima jika produk atau proses itu terbukti dibuat dengan menggunakan invensi yang telah diberi paten.
- Sanksi Pidana
Ketentuan Pidana pelanggaran hak paten diatur dalam Pasal 161 dan 162 UU Paten, yakni:
- Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 UU Paten, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
- Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 untuk Paten sederhana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Sementara itu, Pemegang Paten atau penerima Lisensi yang lalai dalam memenuhi kewajibannya membayar biaya tahunan sesuai batas waktu yang telah diberikan pun akan menerima sanksi denda yang diatur dalam Pasal 126 ayat (4) UU Paten yang berbunyi:
“Pembayaran biaya tahunan yang melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberi masa tenggang selama 6 (enam) bulan dengan dikenai denda sebanyak 100% (seratus persen) dihitung dari jumlah biaya tahunan yang terutang.”
Apabila dalam hal biaya tahunan belum dibayar sampai dengan jangka waktu yang ditentukan, maka Paten dinyatakan dihapus.
Pemahaman yang komprehensif mengenai hak dan kewajiban pemegang paten sangat penting untuk memastikan perlindungan hukum terhadap invensi dan mendorong inovasi yang berkelanjutan. Selain itu, Pemegang Paten atau penerima lisensi pun harus memahami ketentuan yang telah diatur untuk mengetahui hak yang seharusnya diterima dan juga untuk memahami kewajiban yang harus dijalankan demi menghindari pelanggaran yang dapat berujung pada konsekuensi hukum yang serius.***
Ingin Memastikan Kepatuhan Terhadap Undang-Undang Paten?
Konsultasikan Strategi Hukum terkait Hak dan Kewajiban Pemegang Paten dan penerima Lisensi dengan para Konsultan Ahli di SIP-R Consultant!
Hubungi kami sekarang dan lindungi invensi-mu dengan langkah yang tepat!
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten”).
- Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten”).
Referensi:
- Pengertian Hak Paten dan Contohnya. Kompas.com. (Diakses pada 3 Juni 2025 pukul 09.10 WIB).
- Ini Ragam Aspek Penegakan Hukum dalam UU Paten. Hukumonline. (Diakses pada 3 Juni 2025 pukul 09.25 WIB).
- Penyelesaian Sengketa Paten. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). (Diakses pada 3 Juni 2025 pukul 09.30 WIB).
