Industri audio visual seperti film menjadi bagian penting dari ekonomi kreatif yang terus berkembang pesat. Tahun 2024, jumlah penonton film Indonesia mencatatkan angka fantastis, yakni sekitar 80 juta orang, yang jauh melampaui jumlah penonton film impor. Keberhasilan ini didorong oleh peningkatan jumlah film Indonesia yang tayang setiap pekannya. Jika sebelumnya hanya ada dua film Indonesia baru setiap Kamis, kini jumlah tersebut terus bertambah hingga mencapai lima film per minggu pada 2025.
Dengan kemajuan teknologi, produksi film dan video menjadi semakin mudah, cepat, dan murah. Namun, di balik pesatnya pertumbuhan tersebut, muncul tantangan besar dalam aspek perlindungan Hak Cipta, terutama menyangkut karya sinematografi seperti film layar lebar, dokumenter, serial web, dan video konten digital. Hak Cipta menjadi aspek krusial dalam menjamin perlindungan hukum bagi para pencipta, produser, serta pemilik hak terkait atas karya mereka.
Regulasi Perlindungan Hak Cipta bagi Karya Sinematografi
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU HC”) secara tegas mengatur perlindungan terhadap karya sinematografi, yang meliputi film dan video sebagai bentuk karya cipta. Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) huruf m UU tersebut, dinyatakan bahwa “karya sinematografi” merupakan salah satu jenis ciptaan yang dilindungi Hak Cipta. Beberapa poin penting dalam regulasi ini antara lain:
- Hak Eksklusif Pencipta
Pasal 1 ayat (1) UU HC menyebutkan bahwa hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata. Artinya, film dan video yang telah diproduksi dan dipublikasikan secara resmi mendapatkan perlindungan hukum.
- Jangka Waktu Perlindungan
Dalam Pasal 59 ayat (1) UU HC ditegaskan bahwa perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan, salah satunya adalah karya sinematografi, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman. Ketentuan dalam Pasal 59 ayat (1) memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak cipta dalam industri film, namun tantangan besar tetap muncul, terutama dalam upaya mencegah pembajakan dan distribusi ilegal di era digital.
- Hak Moral dan Hak Ekonomi
Pasal 5 UU HC mengatur bahwa pencipta memiliki hak ekonomi dan hak moral atas ciptaannya. Hak moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk:
- Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;
- Menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
- Mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
- Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.
Sementara hak ekonomi diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU HC, yakni Pencipta atau Pemegang Hak Cipta memiliki hak ekonomi untuk melakukan:
- Penerbitan Ciptaan;
- Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
- Penerjemahan Ciptaan;
- Pengadaptasian, Pengaransemenan, atau Pentransformasian Ciptaan;
- Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
- Pertunjukan Ciptaan;
- Pengumuman Ciptaan;
- Komunikasi Ciptaan; dan
- Penyewaan Ciptaan.
Dengan adanya perlindungan hak ekonomi ini, pencipta atau pemegang hak cipta memiliki dasar hukum untuk mengontrol dan memperoleh manfaat finansial dari karya mereka, misalnya:
- Sutradara atau produser film dapat menjual hak distribusi kepada berbagai platform streaming atau televisi.
- Musisi dan penulis lagu dapat mendapatkan royalti dari penggunaan lagu mereka dalam film atau video.
- Pemilik hak cipta atas film dapat menyewakan hak siar kepada bioskop, layanan streaming, atau televisi berbayar.
- Sanksi terhadap Pelanggaran Hak Cipta
Pasal 113 UU HC menetapkan sanksi pidana bagi pelanggaran hak cipta, termasuk pembajakan film dan karya audio video. Pelanggar dapat dikenakan denda dan hukuman penjara, tergantung pada tingkat pelanggaran yang dilakukan.
Tantangan dalam Perlindungan Hak Cipta Film di Era Digital
Meskipun regulasi telah ditetapkan, perlindungan hak cipta dalam industri film dan video menghadapi berbagai tantangan, terutama di era digital:
- Pembajakan dan Distribusi Ilegal
Kemajuan teknologi memungkinkan distribusi film dan video secara luas melalui internet. Sayangnya, hal ini juga membuka peluang bagi pembajakan dan penyebaran ilegal. Situs streaming ilegal dan platform berbagi file sering kali menjadi tempat utama pelanggaran Hak Cipta. - Kurangnya Kesadaran Hukum
Banyak masyarakat yang belum memahami pentingnya Hak Cipta dan dampak negatif dari pembajakan. Kurangnya edukasi mengenai Hak Cipta menyebabkan tingginya angka pelanggaran, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. - Kesulitan dalam Penegakan Hukum
Meskipun UU HC telah menetapkan sanksi bagi pelanggaran Hak Cipta, penegakkan hukum masih menghadapi berbagai kendala. Proses hukum yang panjang dan kompleks sering kali membuat pencipta kesulitan mendapatkan keadilan. - Perkembangan Teknologi yang Cepat
Teknologi digital terus berkembang, menciptakan metode baru dalam produksi dan distribusi film. Regulasi yang ada harus terus diperbarui agar tetap relevan dengan perkembangan industri.
Pentingnya Perlindungan Hak Cipta pada Industri Film
Perlindungan hak cipta yang kuat akan memberikan jaminan hukum kepada investor, produser, dan pencipta bahwa karya mereka tidak akan disalahgunakan atau dicuri. Hal ini mendorong terciptanya ekosistem industri film yang sehat dan berkelanjutan, di mana hak atas kekayaan intelektual dihormati dan dijadikan dasar untuk kolaborasi yang adil.
Industri film memerlukan biaya besar dalam proses produksinya, mulai dari pengembangan naskah, produksi, pascaproduksi, hingga distribusi. Tanpa perlindungan hak cipta, semua investasi tersebut terancam hilang karena pembajakan dan eksploitasi tanpa izin.
Selain itu, sebagai bagian dari perjanjian internasional seperti TRIPS (Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights), Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi karya cipta termasuk film dan video. Perlindungan hak cipta yang efektif akan meningkatkan kepercayaan pelaku industri internasional untuk berinvestasi di Indonesia dan mendorong distribusi film lokal ke pasar global.
Hak Cipta bukan sekadar perlindungan hukum, tetapi juga bentuk pengakuan negara atas karya intelektual warganya. Kepastian hukum ini memungkinkan pencipta dan produser untuk mengelola hak mereka secara profesional. Ini juga menjadi dasar dalam menyelesaikan sengketa jika terjadi klaim atas karya. Perlindungan hak cipta terhadap film dan video bukan hanya soal hukum, tetapi juga menyangkut keberlanjutan industri kreatif, keadilan ekonomi, dan pengakuan terhadap karya anak bangsa. Di tengah tantangan era digital, perlindungan hak cipta menjadi instrumen penting untuk menjaga integritas dan nilai karya sinematografi.***
Lindungi Hak Cipta Karya Film-mu untuk Memastikan Setiap Ide, Kreativitas, dan Usaha Kerasmu Bernilai dan Dihargai dengan Layak!
Diskusikan dengan Konsultan Profesional dari SIP-R Consultant agar Hakmu Terjamin dengan Aman!
Daftar Hukum:
Referensi:
- Industri Film Indonesia Diprediksi Menjanjikan di 2025, Lebih 150 Judul Bakal Tayang. Kontan.co.id (Diakses pada 5 Juni 2025 pukul 09.02 WIB).
- Pengenalan Hak Cipta. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). (Diakses pada 5 Juni 2025 pukul 09.09 WIB).
- Pentingnya Memahami Hak Kekayaan Intelektual Bagi Pelaku Film. Antaranews. (Diakses pada 5 Juni 2025 pukul 09.15 WIB).
