Di tengah upaya pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi dan kreativitas, kekayaan intelektual (KI) menjadi aset strategis yang tak kalah penting dari aset fisik. Salah satu bentuk KI yang paling bernilai adalah paten, hak eksklusif atas invensi teknologi yang memberikan perlindungan hukum sekaligus potensi komersialisasi. Dalam pembiayaan, paten tidak hanya menjadi simbol inovasi, tetapi juga telah diakui sebagai objek agunan yang sah. Hal ini membuka peluang baru bagi pelaku usaha, khususnya startup teknologi dan pelaku industri kreatif, untuk mengakses pembiayaan tanpa harus mengandalkan aset konvensional seperti tanah atau bangunan.

Namun, meskipun sudah legal secara normatif, pemanfaatan paten sebagai jaminan utang masih belum maksimal. Banyak lembaga keuangan belum memiliki mekanisme penilaian dan manajemen risiko yang memadai untuk menerima KI sebagai agunan. Di sisi lain, pelaku usaha pun belum sepenuhnya memahami potensi pembiayaan berbasis paten. 

Payung Hukum Paten sebagai Agunan Pembiayaan

Secara hukum, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang tentang Jaminan Fidusia (“UU Jaminan Fidusia”) menegaskan atas hak jaminan atas benda bergerak baik benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Dengan merujuk pada ketentuan Pasal 499 dan Pasal 503 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”), hak kekayaan intelektual (HKI) dikategorikan sebagai benda bergerak yang tidak berwujud (intangible asset). Oleh karena itu, HKI secara normatif dapat dijadikan sebagai objek dalam perjanjian jaminan fidusia

Hal ini pun turut ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten”) yang secara tegas mengakui bahwa hak atas paten dapat dijadikan objek jaminan fidusia. Rumusan ini termuat dalam Pasal 108 yang menempatkan paten sebagai “benda” tidak berwujud yang dapat diagunkan melalui mekanisme jaminan fidusia di luar sistem hak tanggungan (karena bukan benda bergerak).

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif (“PP 24/2019”) melalui Pasal 9 ayat (1) dan (2) huruf a diatur bahwa:

  • Dalam pelaksanaan Skema Pembiayaan Berbasis Kekayaan Intelektual, lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank menggunakan Kekayaan Intelektual sebagai objek jaminan utang;
  • Objek jaminan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk:
  • jaminan fidusia atas Kekayaan Intelektual.

Secara normatif, ketentuan ini memperkuat posisi hukum KI sebagai aset bernilai ekonomi yang dapat dijadikan jaminan utang, sekaligus memberikan landasan operasional bagi lembaga keuangan untuk mengembangkan produk pembiayaan berbasis KI.

Syarat agar Paten Bisa Dijadikan Jaminan Utang

Pemilik atau pemegang hak atas paten berhak untuk mengajukan permohonan pembiayaan kepada lembaga keuangan dengan menjadikan paten tersebut sebagai objek jaminan utang dengan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan. Diatur dalam Pasal 7 ayat (2) PP 24/2022 dijelaskan bahwa Persyaratan pengajuan Pembiayaan berbasis Kekayaan Intelektual paling sedikit terdiri atas:

  1. proposal Pembiayaan;
  2. memiliki usaha Ekonomi Kreatif;
  3. memiliki perikatan terkait Kekayaan Intelektual produk Ekonomi Kreatif; dan
  4. memiliki surat pencatatan atau sertifikat Kekayaan Intelektual.

Keempat syarat tersebut tidak hanya berfungsi sebagai standar minimum administratif, tetapi juga sebagai jaminan kepastian hukum dan nilai ekonomi dari paten yang diajukan sebagai agunan. Dengan memenuhi persyaratan ini, pemilik paten dapat membuka akses pembiayaan yang lebih luas, sekaligus mendorong pengakuan terhadap Kekayaan Intelektual sebagai aset strategis dalam sistem keuangan nasional. Namun, implementasi skema ini tetap memerlukan dukungan dari lembaga penilai independen, sistem pencatatan fidusia yang terintegrasi, serta peningkatan literasi hukum dan finansial di kalangan pelaku usaha dan lembaga keuangan.

Baca juga: Maksimalkan Potensi Ekonomi Invensi Melalui Lisensi Paten

Tantangan dalam Implementasi Paten sebagai Agunan Pembiayaan

Meskipun PP 24/2022 telah membuka jalan bagi pemanfaatan kekayaan intelektual termasuk paten sebagai objek jaminan fidusia, namun pelaksanaannya masih menghadapi sejumlah tantangan yang bersifat struktural. Tantangan ini bukan hanya menyangkut aspek teknis, tetapi juga menyentuh fondasi hukum dan pemahaman publik terhadap karakteristik KI sebagai aset. Berikut adalah beberapa tantangan dalam implementasi paten sebagai agunan pembiayaan:

  • Kompleksitas penilaian nilai ekonomi paten

Salah satu tantangan utama adalah penentuan nilai ekonomi dari paten yang akan dijadikan agunan. Lembaga jasa keuangan dituntut untuk cermat dalam menilai aset KI, karena tidak seperti aset fisik, nilai paten sangat bergantung pada potensi komersialisasi, masa berlaku, dan kekuatan perlindungan hukum. 

Pada praktiknya, lembaga keuangan menerapkan prinsip 5C (character, capacity, capital, collateral, dan condition) yang merupakan bentuk pengaman jika suatu ketika debitur gagal dalam melunasi pinjamannya. Tanpa mekanisme valuasi yang terstandarisasi, proses ini menjadi subjektif dan berisiko tinggi bagi kreditur. 

  • Kendala eksekusi dalam kasus wanprestasi

Menurut Ketua Indonesia Intellectual Property Academy, proses eksekusi terhadap agunan berupa KI jauh lebih kompleks dibandingkan aset fisik seperti rumah atau peralatan usaha. Hal ini disebabkan oleh perbedaan karakter hukum antara KI dan benda bergerak yang diatur dalam KUHPerdata. Dalam kasus wanprestasi, menjual atau melelang paten tidak semudah menjual aset fisik, sehingga menimbulkan keraguan dari lembaga keuangan.

  • Hak yang melekat dalam HKI

Kekayaan intelektual pada dasarnya terdiri dari dua komponen utama, yaitu hak moral dan hak ekonomi. Kedua aspek ini saling terkait dan tidak dapat dipisahkan secara sederhana. Dalam hal paten, meskipun hak moral tidak sekuat atau sekompleks seperti pada hak cipta, tetap terdapat elemen non-ekonomi yang melekat pada invensi tersebut. Oleh karena itu, lembaga keuangan perlu memiliki pemahaman yang menyeluruh terhadap karakter hukum paten agar proses pengikatan dan eksekusi agunan tidak menimbulkan pelanggaran hak atau sengketa hukum di kemudian hari.

Paten bukan sekadar dokumen legal, melainkan aset bernilai ekonomi tinggi yang dapat mendorong inovasi dan pertumbuhan usaha. Pemerintah telah membuka jalan melalui regulasi, namun ekosistem pendukungnya masih perlu diperkuat. Bagi pelaku usaha, saatnya melihat paten sebagai instrumen finansial yang strategis. 

Bagi lembaga keuangan, inilah momen untuk berinovasi dalam skema pembiayaan dan mendukung ekonomi berbasis kreativitas. Dan bagi regulator, pembentukan lembaga penjaminan dan valuasi paten bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak untuk mewujudkan pembiayaan inklusif berbasis kekayaan intelektual.***

Baca juga: Mengenal Paten Wajib di Indonesia, Antara Perlindungan Inventor dan Kepentingan Umum

Ingin memastikan sertifikat patenmu memenuhi syarat sebagai agunan pembiayaan?
Dapatkan pendampingan hukum untuk menjadikan sertifikat patenmu sebagai agunan yang sah dan bernilai dengan SIP-R Consultant!

Daftar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia).
  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
  • Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten).
  • Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif (PP 24/2019).

Referensi:

  • Tasa Gina Santoso. (2024). Analisa Hukum atas Pengaturan Aset Hak Kekayaan Intelektual sebagai Objek Jaminan Fidusia. Journal of Intellectual Property (Jipro), 7(1), 2564–2889. (Diakses pada 13 Agustus 2025 pukul 14.56 WIB).
  • Syarat Kekayaan Intelektual dapat Diajukan Sebagai Jaminan. HukumOnline. (Diakses pada 13 Agustus 2025 pukul 15.36 WIB).
  • Husny, T. H. I. (2023). Tantangan Dalam Implementasi Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan Pembiayaan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan), 7(3), 2335. (Diakses pada 13 Agustus 2025 pukul 16.07 WIB).
  • Ragam dan Tantangan Implementasi KI sebagai Jaminan Fidusia. HukumOnline. (Diakses pada 13 Agustus 2025 pukul 15.58 WIB).
Translate »