Di era ekonomi berbasis inovasi, paten menjadi salah satu bentuk perlindungan hukum yang paling strategis bagi para inventor dan pelaku usaha. Melalui paten, invensi yang memiliki nilai kebaruan dan aplikatif dapat memperoleh hak eksklusif yang melindungi dari peniruan dan eksploitasi tanpa izin. Namun, tidak semua paten bertahan hingga akhir masa perlindungannya. Dalam praktiknya, terdapat kondisi-kondisi tertentu yang menyebabkan paten harus dihapus, baik dari permintaan pemegang hak, pelanggaran terhadap ketentuan hukum, maupun alasan administratif. Penghapusan paten bukan sekadar tindakan administratif, melainkan langkah hukum yang memiliki dampak langsung terhadap hak kekayaan intelektual dan kepentingan bisnis. 

Fenomena penghapusan paten semakin relevan di tengah meningkatnya kesadaran publik terhadap etika dan transparansi dalam perlindungan invensi. Di satu sisi, penghapusan dapat menjadi solusi atas paten yang tidak lagi relevan, tidak sah, atau pun menimbulkan konflik hukum. Di sisi lain, proses ini juga dapat menimbulkan konsekuensi serius, seperti hilangnya hak eksklusif, berakhirnya lisensi, dan potensi gugatan dari pihak ketiga. Oleh karena itu, memahami alasan, mekanisme, dan dampak dari penghapusan paten menjadi hal yang krusial bagi pemegang paten dan pelaku usaha yang bergantung pada perlindungan kekayaan intelektual sebagai bagian dari strategi bisnis.

Alasan Penghapusan Paten di Indonesia dan Konsekuensi Hukumnya 

Penghapusan paten merupakan salah satu instrumen hukum yang memungkinkan negara, pemegang hak, atau pihak ketiga untuk mengakhiri perlindungan atas suatu invensi. Meski terdengar kontradiktif terhadap semangat perlindungan kekayaan intelektual, penghapusan paten justru menjadi mekanisme penting untuk menjaga integritas sistem paten nasional. 

Dalam praktiknya, penghapusan dapat terjadi karena berbagai alasan, mulai dari permintaan sukarela pemegang paten, pelanggaran terhadap prinsip kebaruan dan kelayakan invensi, hingga ketidakpatuhan administratif seperti kegagalan membayar biaya tahunan. Setiap alasan tersebut memiliki landasan hukum dan prosedur tersendiri yang harus dipenuhi agar penghapusan sah dan tidak menimbulkan sengketa baru.

Pasal 130 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten) menjadi Pasal kunci yang mengatur penghapusan paten, baik secara sukarela maupun alasan khusus. Dalam Pasal ini, terdapat empat alasan utama yang dapat menjadi dasar penghapusan paten, yaitu:

  • Permohonan dari Pemegang Paten

Pemegang paten memiliki hak untuk mengajukan permohonan penghapusan atas patennya sendiri. Permohonan ini dapat mencakup seluruh atau sebagian klaim paten. Namun, jika penghapusan hanya dilakukan terhadap sebagian klaim, maka ruang lingkup klaim yang tersisa tidak boleh diperluas. Selain itu, apabila terdapat penerima lisensi, maka permohonan penghapusan harus disertai dengan persetujuan tertulis dari pihak tersebut. 

  • Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap

Pengadilan Niaga dapat memutuskan penghapusan paten apabila ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang berlaku. Misalnya, invensi yang dipatenkan ternyata tidak memiliki kebaruan, bertentangan dengan ketertiban umum, atau melanggar hak pihak lain. Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap menjadi dasar yang sah untuk penghapusan paten. 

Dilansir dari laman Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), disebutkan bahwa penghapusan paten karena putusan pengadilan dilakukan jika:

    • Paten menurut ketentuan seharusnya tidak diberikan;
    • Paten yang berasal dari sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional tidak memenuhi ketentuan;
    • Paten dimaksud sama dengan paten lain yang telah diberikan kepada pihak lain untuk Invensi yang sama;
    • Pemberian Lisensi-wajib ternyata tidak mampu mencegah keberlangsungannya pelaksanaan paten dalam bentuk dan cara yang merugikan kepentingan masyarakat dalam waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal pemberian Lisensi-wajib yang bersangkutan atau sejak tanggal pemberian Lisensi-wajib pertama dalam hal diberikan beberapa Lisensi-wajib; atau
    • Pemegang Paten melanggar ketentuan pelaksanaan paten.
  • Putusan Komisi Banding Paten

Komisi Banding Paten memiliki kewenangan untuk menghapus paten berdasarkan hasil pemeriksaan administratif dan keberatan dari pihak ketiga selama masa publikasi. Jika ditemukan bahwa invensi tidak memenuhi syarat substantif atau administratif, maka komisi dapat mengeluarkan putusan penghapusan yang bersifat final dan mengikat.

  • Kegagalan Membayar Biaya Tahunan

Salah satu kewajiban pemegang paten adalah membayar biaya tahunan untuk mempertahankan perlindungan hukum atas invensinya. Jika kewajiban ini tidak dipenuhi, maka paten dapat dihapus secara administratif oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Dalam kondisi tertentu, penghapusan ini bahkan dapat dianggap sebagai pembatalan demi hukum.

Penghapusan paten bukan sekadar pencoretan dari administrasi, melainkan tindakan hukum yang membawa dampak langsung terhadap status invensi, hak eksklusif, dan hubungan kontraktual yang telah dibangun di atas paten tersebut. Ketika suatu paten dihapus, baik secara sukarela maupun melalui putusan hukum, maka perlindungan hukum atas invensi tersebut secara otomatis berakhir.

Paten yang telah dihapus mengakibatkan pemegang paten tidak lagi memiliki kewajiban untuk membayar biaya tahunan paten, sehingga ia tidak mendapatkan perlindungan akan paten yang sebelumnya dimiliki. Artinya, pemegang paten tidak lagi memiliki hak eksklusif untuk melarang pihak lain menggunakan, membuat, menjual, atau mengimpor invensi tersebut.

Konsekuensi lainnya adalah berakhirnya perjanjian lisensi yang bergantung pada keberlakuan paten. Dalam banyak kasus, lisensi komersial atau lisensi wajib yang telah diberikan kepada pihak ketiga menjadi tidak berlaku, kecuali jika perjanjian secara eksplisit mengatur kelanjutan hak dan kewajiban setelah penghapusan. 

Selain itu, penghapusan paten dapat menimbulkan potensi sengketa baru, terutama jika dilakukan tanpa persetujuan penerima lisensi atau jika penghapusan dianggap merugikan pihak lain secara hukum. Dalam bisnis, penghapusan paten juga dapat mengurangi nilai aset perusahaan, memengaruhi strategi investasi, dan membuka peluang eksploitasi invensi oleh kompetitor tanpa batasan hukum.

Baca juga: Mengapa Perlindungan Inovasi melalui Paten Penting bagi Pertumbuhan Bisnis?

Mekanisme Penghapusan Paten di Indonesia

Penghapusan paten di Indonesia diatur secara sistematis melalui beberapa jalur hukum dan administratif, masing-masing dengan prosedur dan pihak yang berbeda. Berikut adalah mekanisme utama yang berlaku:

  • Permohonan Sukarela oleh Pemegang Paten

Pemegang paten dapat mengajukan permohonan penghapusan kepada Menteri Hukum melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Permohonan ini harus dilakukan secara tertulis dan dapat mencakup seluruh atau sebagian klaim. Jika hanya sebagian klaim yang dihapus, maka ruang lingkup klaim yang tersisa tidak boleh diperluas. Jika terdapat penerima lisensi, permohonan harus disertai persetujuan tertulis dari pihak tersebut⁹. Keputusan penghapusan akan diumumkan secara resmi dan berlaku sejak tanggal ditetapkan.

  • Putusan Pengadilan Niaga

Penghapusan paten melalui jalur litigasi dilakukan berdasarkan gugatan yang diajukan oleh pihak ketiga, penerima lisensi, atau jaksa. Pengadilan akan memeriksa apakah paten tersebut memenuhi syarat substantif seperti kebaruan, langkah inventif, dan penerapan industri. Jika ditemukan pelanggaran atau ketidaksesuaian, pengadilan dapat memutuskan penghapusan paten. Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap menjadi dasar sah untuk penghapusan dan dicatat oleh DJKI.

  • Putusan Komisi Banding Paten

Selama masa publikasi paten, pihak ketiga dapat mengajukan keberatan kepada Komisi Banding Paten. Komisi akan melakukan pemeriksaan administratif dan substantif terhadap invensi yang dipatenkan. Jika ditemukan bahwa invensi tidak memenuhi syarat atau melanggar ketentuan hukum, komisi dapat mengeluarkan putusan penghapusan. Putusan ini bersifat final dan diumumkan oleh DJKI.

  • Penghapusan Administratif karena Kegagalan Membayar Biaya Tahunan

Paten dapat dihapus secara administratif apabila pemegang paten tidak membayar biaya tahunan sesuai ketentuan. DJKI akan mengeluarkan surat pemberitahuan penghapusan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum paten dimaksud dinyatakan dihapus. Mekanisme ini bertujuan untuk memastikan bahwa hanya paten yang aktif dan dipelihara secara administratif yang tetap mendapatkan perlindungan hukum.

Bagi pemilik invensi dan pelaku usaha, memahami mekanisme serta konsekuensi hukum dari penghapusan paten adalah langkah krusial untuk melindungi aset intelektual dan mencegah kerugian bisnis. Penghapusan yang dilakukan tanpa strategi atau tanpa memperhatikan kewajiban administratif dan kontraktual dapat menyebabkan hilangnya hak eksklusif, berakhirnya lisensi, dan terbukanya peluang bagi pihak lain untuk mengeksploitasi invensi secara bebas. Oleh karena itu, penting untuk secara aktif memantau status paten, memenuhi kewajiban hukum, dan berkonsultasi dengan ahli kekayaan intelektual sebelum mengambil keputusan strategis terkait penghapusan, agar invensi tetap menjadi aset yang bernilai dan berkelanjutan dalam ekosistem bisnis.***

Baca juga: Tidak Semua Penemuan Dapat Dipatenkan, Pahami Batasan Hukum dan Strategi Inovasinya!

Jangan Biarkan Invensimu Kehilangan Perlindungan karena Kelalaian Prosedural!
Untuk strategi pengelolaan paten yang tepat dan aman, konsultasikan langsung bersama Tim ahli di SIPR Consultant!

Daftar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten).

Referensi:

Translate »