Dalam masa pertumbuhan pesat perdagangan saat ini, foto produk dan citra brand menjadi elemen pemasaran yang sangat vital bagi pelaku usaha, baik grosir, distributor, maupun pelaku e-commerce. Foto produk tidak hanya menjadi gambar pendukung katalog, melainkan telah berfungsi sebagai nilai tambah untuk membangun identitas brand, menarik perhatian konsumen, dan menunjang strategi penjualan. Meski demikian, kemudahan akses dan penggunaan konten digital juga membuka peluang bagi penyalahgunaan foto produk oleh pihak tidak berwenang, seperti pengambilan tanpa izin atau pemanfaatan untuk tujuan komersial tanpa kompensasi. 

Kemudian dalam hal ini muncul pertanyaan penting, apakah foto produk dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta? Bagaimana mekanisme perlindungan foto produk yang digunakan di platform e-commerce? Dan apa yang harus dilakukan apabila foto tersebut digunakan tanpa izin? 

 

Foto sebagai Objek Hak Cipta Menurut UU Hak Cipta

 

Kemajuan teknologi telah mendorong pertumbuhan ekonomi melalui sistem penjualan daring yang memanfaatkan media sosial untuk menjangkau konsumen secara lebih luas. Dalam praktik e-commerce ini, foto produk berperan penting sebagai media visual untuk memperkenalkan barang kepada calon pembeli, dan secara hukum dikategorikan sebagai karya cipta fotografi. Pemilik foto produk yang mengunggah foto produk tersebut secara langsung memiliki hak penuh atas karyanya, termasuk dalam hak eksklusif maupun hak moral atas karyanya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU HC), karya fotografi termasuk ke dalam ciptaan yang dilindungi secara otomatis tanpa harus didaftarkan terlebih dahulu, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (1) huruf k bahwa, “Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas karya fotografi.”  Dengan demikian, foto produk yang dihasilkan melalui proses kreatif, yang menampilkan produk dengan komposisi, tata pencahayaan, latar, sudut, atau gaya visual tertentu dapat dikualifikasikan sebagai karya fotografi yang dilindungi hak cipta. 

Pemilik foto produk, baik itu fotografer profesional maupun pelaku usaha yang menciptakan dan mengunggah foto tersebut memiliki hak eksklusif atas penggunaan dan pemanfaatan karya tersebut. Hak eksklusif ini mencakup hak untuk memperbanyak, mendistribusikan, menampilkan, dan mengkomunikasikan foto kepada publik. Selain itu, pencipta juga memiliki hak moral, yaitu hak untuk diakui sebagai pencipta dan hak untuk menolak distorsi atau modifikasi yang merusak integritas karya. Di ranah digital, hak-hak ini menjadi sangat penting karena foto produk sering kali menjadi target pencurian digital oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, baik untuk kepentingan komersial maupun manipulasi visual.

Dengan demikian, penting bagi pelaku usaha untuk memahami bahwa foto produk bukan sekadar gambar promosi, melainkan aset kekayaan intelektual yang memiliki nilai hukum dan ekonomi. Perlindungan terhadap foto produk sebagai karya cipta fotografi tidak hanya memberikan rasa aman bagi pencipta, tetapi juga memperkuat posisi brand dalam menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat. Langkah strategis, seperti pencantuman watermark, pendaftaran hak cipta, dan pemantauan penggunaan foto secara digital dapat menjadi bagian dari upaya preventif untuk menjaga integritas dan eksklusivitas karya visual tersebut.

Rendahnya tingkat pemahaman masyarakat Indonesia akan arti dan fungsi hak cipta dan belum adanya sikap dan tindakan untuk menghalangi pelanggaran hak cipta menjadi faktor yang perlu mendapatkan perhatian. Oleh karena itu, perlu adanya ketegasan dan upaya hukum terhadap pelanggaran tersebut, khususnya hak cipta karya cipta fotografi. 

 

Sanksi Hukum Terhadap Pelaku Usaha yang Menggunakan Foto Produk Milik Orang Lain

 

Penggunaan foto produk milik pihak lain tanpa izin, terutama untuk kepentingan komersial di platform e-commerce, tidak hanya merupakan pelanggaran etika bisnis, tetapi juga termasuk pelanggaran hak cipta sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta (“UUHC”). Pelaku usaha yang dengan sengaja memperbanyak, mengunggah, atau mendistribusikan foto produk tanpa izin dapat dikenakan sanksi administrasi, perdata maupun pidana tergantung pada tingkat pelanggarannya.

  • Sanksi Administratif

Pertanggungjawaban secara administratif umumnya dipahami masyarakat sebagai bentuk sanksi yang diberikan oleh pemerintah, seperti penghentian sementara kegiatan usaha, pencabutan izin usaha, atau tindakan serupa lainnya.

Berdasarkan Pasal 65 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU Perdagangan), setiap pelaku usaha yang melakukan kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa melalui sistem elektronik wajib menyediakan data serta informasi yang lengkap dan benar. Selain itu, pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang tidak sesuai dengan data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat tersebut.

Apabila pelaku usaha tidak memenuhi kewajiban tersebut, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat (6) UU yang sama. Ketentuan ini dipertegas pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP 80/2019), khususnya Pasal 80, yang menyatakan bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan, termasuk Pasal 13 ayat (1), dapat dikenai sanksi administratif oleh menteri. Jenis-jenis sanksi administratif tersebut dapat berupa:

    1. Peringatan tertulis;
    2. Pencantuman dalam daftar prioritas pengawasan;
    3. Pencantuman dalam daftar hitam (blacklist);
    4. Pemblokiran sementara layanan sistem elektronik oleh instansi terkait; dan/atau
    5. Pencabutan izin usaha.
  • Sanksi Perdata

Pemilik hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi terhadap pelaku yang menggunakan fotonya tanpa izin. Berdasarkan Pasal 99 ayat (1) UU HC, pencipta atau pemegang hak cipta dapat menuntut ganti rugi dan meminta penghentian segala perbuatan pelanggaran. Gugatan ini dapat diajukan ke Pengadilan Niaga dengan bukti bahwa foto produk merupakan ciptaan yang sah dan pelaku telah menggunakannya secara komersial tanpa persetujuan.

Selain ganti rugi, pemegang hak cipta juga dapat meminta penarikan konten atau penghapusan foto produk dari platform e-commerce sebagai bentuk pemulihan. Upaya ini sering menjadi langkah awal sebelum menempuh jalur pidana.

  • Sanksi Pidana

Bila pelanggaran dilakukan dengan sengaja dan bersifat komersial, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 113 UU HC.

    1. Pasal 113 ayat (3) menyebutkan bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, b, e, dan/atau g untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah.”
    2. Bila perbuatan tersebut dilakukan dalam bentuk pembajakan, Pasal 113 ayat (4) memperberat ancaman hukuman tersebut dengan pidana penjara hingga sepuluh tahun dan/atau denda hingga empat miliar rupiah.

Ketentuan pidana ini menunjukkan bahwa negara memberikan perlindungan tegas terhadap karya fotografi, termasuk foto produk yang digunakan dalam kegiatan perdagangan digital. Dengan demikian, pelaku usaha wajib berhati-hati dan memastikan bahwa seluruh materi visual yang digunakan dalam kegiatan promosi telah memperoleh izin sah dari pemegang hak cipta.

Baca juga: Bagaimana Cara Menghasilkan Uang dari Hak Cipta?

 

Lalu, Apa yang Harus Dilakukan Jika Foto Digunakan Tanpa Izin?

 

Jika foto produk Anda digunakan tanpa izin oleh pihak lain, baik di media sosial, marketplace, maupun situs web, Anda berhak mengambil tindakan hukum dan strategis untuk melindungi hak cipta Anda. Foto produk yang termasuk karya fotografi dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta, sehingga penggunaan tanpa izin dapat dikenai sanksi administrasi, pidana, maupun perdata. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat Anda lakukan:

  1. Dokumentasikan Bukti Pelanggaran
    Simpan tangkapan layar, tautan URL, metadata, dan bukti unggahan asli yang menunjukkan bahwa foto Anda digunakan tanpa izin.
  2. Kirim Somasi atau Peringatan Tertulis
    Kirim surat somasi kepada pihak pelanggar yang berisi pernyataan kepemilikan hak cipta dan permintaan untuk menghapus atau menghentikan penggunaan foto.
  3. Ajukan Takedown ke Platform Digital
    Laporkan pelanggaran ke platform tempat foto digunakan, seperti Instagram, TikTok, atau marketplace. Gunakan fitur pelaporan pelanggaran hak cipta yang tersedia.
  4. Laporkan ke DJKI atau Kepolisian
    Jika pelanggaran bersifat komersial atau berulang, Anda dapat melaporkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) atau aparat penegak hukum yang berwenang. Pelanggaran hak cipta dapat dikenai sanksi pidana sesuai Pasal 113 UU Hak Cipta.
  5. Ajukan Gugatan Perdata
    Anda dapat menggugat secara perdata untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan akibat pelanggaran hak cipta.
  6. Lakukan Pencegahan Proaktif
    Daftarkan hak cipta foto ke DJKI, tambahkan watermark, dan pantau penggunaan foto secara berkala untuk mencegah pelanggaran di masa depan.

Melindungi foto produk bukan hanya soal menjaga estetika visual, tetapi juga mempertahankan nilai komersial dan integritas brand di tengah persaingan digital. Dengan memahami hak atas karya fotografi dan mengambil langkah strategis saat terjadi pelanggaran, pelaku usaha dapat memastikan bahwa kreativitas mereka tetap dihargai dan tidak disalahgunakan.***

Baca juga: Karya Anda Dibajak? Ini Panduan Lengkap Menghadapi Pembajakan Hak Cipta!

Lindungi hak cipta atas foto produk dan visual bisnismu sebelum disalahgunakan!

Dapatkan konsultasi dan pendampingan hukum yang tepat bersama SIP-R Consultant, mitra terpercaya dalam perlindungan kekayaan intelektual digital.

 

Daftar Hukum: 

  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU HC). 
  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU Perdagangan).
  • Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP 80/2019). 

Referensi:

Translate »