Industri farmasi merupakan salah satu sektor yang paling berkembang pesat dan memiliki peran krusial dalam menunjang kemajuan sistem kesehatan di Indonesia. Di balik setiap pil, vaksin, atau terapi inovatif, terdapat proses panjang riset dan pengembangan yang menuntut investasi besar, waktu bertahun-tahun, dan risiko kegagalan yang tinggi. Untuk itu, sistem paten memberikan perlindungan hukum kepada penemu sehingga mereka memperoleh hak eksklusif untuk mengeksploitasi invensi tersebut, yang pada gilirannya mendorong investasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) obat.
Namun, di tengah semangat inovasi, sistem paten pun turut menghadapi dilema, yakni bagaimana menyeimbangkan antara hak eksklusif pemegang paten dan kebutuhan publik terhadap akses obat yang terjangkau? Oleh karena itu hukum paten di sektor farmasi tidak hanya soal hak pemilik invensi, tetapi juga soal kebijakan kesehatan publik, lisensi wajib, dan mekanisme pelaksanaan paten oleh negara ketika kebutuhan darurat muncul. SIP-R Consultant akan mengulas lebih dalam mengenai mekanisme paten obat menurut hukum Indonesia, pentingnya paten dalam inovasi farmasi, serta tantangan yang muncul dalam praktiknya.
Memahami Paten Obat dan Proses Penerapannya
Paten untuk obat adalah bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh negara kepada penemu atas invensi di bidang farmasi, seperti senyawa kimia baru, formulasi obat, metode sintesis, atau penggunaan baru dari zat aktif yang telah dikenal. Hak paten yang diberikan kepada industri farmasi pada obat baru yang ditemukannya berdasarkan riset Industri farmasi tersebut diberi hak paten untuk memproduksi dan memasarkannya, setelah melalui berbagai tahapan uji klinis sesuai aturan yang telah ditetapkan secara internasional.
Perlindungan ini memungkinkan penemu atau pemegang paten memiliki hak eksklusif untuk memproduksi, menggunakan, menjual, atau memberikan lisensi atas invensi tersebut selama jangka waktu tertentu. Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten”) yakni:
“Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.”
Paten untuk obat sangat penting karena mendorong inovasi dan investasi dalam riset farmasi. Tanpa perlindungan paten, perusahaan farmasi akan enggan mengeluarkan biaya besar untuk mengembangkan obat baru yang prosesnya bisa memakan waktu bertahun-tahun dan berisiko tinggi.
Mengapa hal ini penting? Karena, pemberian paten pada industri farmasi memiliki beberapa keuntungan, di antaranya:
- Menjamin eksklusivitas pasar selama jangka waktu tertentu, sehingga perusahaan dapat terus mendorong investasi di bidang research and development (R&D) dan mendorong inovasi;
- Mendorong transfer teknologi dan kerja sama lisensi antara pemegang paten dan produsen lokal;
- Menjadi instrumen dalam proses negosiasi harga dan akses, terutama yang berkaitan dengan lisensi.
Dengan adanya paten, penemu memiliki jaminan bahwa mereka dapat memanfaatkan invensinya secara eksklusif selama masa perlindungan, yaitu 20 tahun sejak tanggal penerimaan permohonan, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU Paten. Setelah masa paten berakhir, invensi tersebut menjadi milik publik dan dapat digunakan untuk memproduksi obat generik yang lebih terjangkau, sehingga sistem paten juga berperan dalam perluasan pengetahuan dan peningkatan akses kesehatan.
Baca juga: Hati-hati, Hak Paten Bisa Dihapus karena Kelalaian Ini!
Mengatasi Keterbatasan Akses Obat Melalui Lisensi Wajib
Namun, jika terjadi kondisi darurat seperti wabah penyakit, bencana nasional, atau kebutuhan mendesak terhadap obat tertentu, negara memiliki mekanisme hukum untuk mengatasi keterbatasan akses akibat perlindungan paten. Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah lisensi wajib (compulsory license). Pemerintah memiliki kewenangan mengambil kebijakan yang diperlukan di bidang paten untuk mewujudkan keseimbangan dan keadilan antara pemegang paten dengan kepentingan umum.
Hal ini diatur dalam Pasal 109 ayat (1) UU Paten bahwa pemerintah dapat melaksanakan sendiri Paten di Indonesia berdasarkan pertimbangan:
- Berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara; atau
- Kebutuhan mendesak untuk kepentingan masyarakat.
Pelaksanaan paten oleh pemerintah dilaksanakan secara terbatas, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan bersifat non-komersial. Mekanisme lisensi wajib memungkinkan pemerintah menunjuk pihak ketiga (misalnya perusahaan farmasi lokal) untuk memproduksi obat yang dilindungi paten tanpa izin langsung dari pemegang paten, dengan kewajiban memberikan kompensasi yang wajar kepada pemegang paten. Lebih lanjut dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah (“Perpres 77/2020”) diatur bahwa:
- Dalam hal Pemerintah tidak dapat melaksanakan sendiri Paten, maka Pemerintah dapat menunjuk pihak ketiga untuk melaksanakan Paten;
- Pihak ketiga wajib memenuhi persyaratan:
- Memiliki fasilitas dan mampu melaksanakan Paten;
- Tidak mengalihkan pelaksanakan Paten dimaksud kepada pihak lain; dan
- Memiliki cara produksi yang baik, peredaran, dan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan cara ini, negara tetap menghormati hak kekayaan intelektual penemu, namun pada saat yang sama memastikan masyarakat memperoleh akses terhadap obat yang terjangkau dan memadai. Lisensi wajib merupakan jembatan antara perlindungan hak eksklusif inventor dan kepentingan umum dalam kesehatan masyarakat. Aturan ini memperlihatkan bahwa dalam sistem paten, khususnya pada industri farmasi disertasi dengan mekanisme pengimbang agar inovasi tetap berkembang dan masyarakat tak kehilangan hak fundamentalnya atas obat yang diperlukan bagi kesehatannya***
Baca juga: Panduan Penting Bagi Pemilik Hak Paten untuk Perlindungan dan Pemanfaatan Optimal!
Pastikan invensi farmasimu terlindungi oleh paten!
Dapatkan pendampingan strategis dari SIP-R Consultant agar pendaftaran paten sesuai dengan hukum dan dapat bernilai bisnis
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten 2024”).
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten”).
- Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah (“Perpres 77/2020”).
Referensi:
- Perbedaan Obat Generik dan Obat Paten. Keslan Kemenkes. (Diakses pada 30 September 2025 pukul 10.04 WIB).
- Penjelasan tentang Paten Obat: Melindungi Ide, Mendorong R&D. Am Badar & Am Badar. (Diakses pada 30 September 2025 pukul 10.27 WIB).
- Atmaja, Y. S., Santoso, B., & Irawati, I. (2021). Pelindungan Hukum Terhadap Paten Produk Farmasi Atas Pelaksanaan Paten Oleh Pemerintah (Government Use). Masalah-Masalah Hukum, 50(2), 196–208. (Diakses pada 30 September 2025 pukul 11.04 WIB).
