Transformasi digital melalui Internet of Things (IoT) telah mengubah wajah industri dan perkantoran modern. Sensor, kamera, mesin otomatis, hingga beragam perangkat pintar kini menjadi tulang punggung operasional yang efisien. Namun di balik efisiensi tersebut, terdapat ancaman serius terkait kebocoran rahasia dagang. Rahasia dagang yang mencakup formula, metode produksi, strategi bisnis, hingga data pelanggan, kini lebih rentan terekspos melalui perangkat yang terkoneksi internet.

Di Indonesia, isu ini semakin relevan karena banyak perusahaan manufaktur dan jasa mulai mengintegrasikan IoT dalam sistem kerja mereka. Sayangnya, keamanan perangkat IoT sering kali tidak sebanding dengan nilai informasi yang dilindungi. Celah keamanan dapat dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab untuk mencuri data strategis, yang berpotensi merugikan perusahaan secara finansial maupun reputasi.

 

Kerentanan Perangkat IoT Perbesar Risiko Kebocoran Rahasia Dagang

 

Perangkat Internet of Things (IoT) yang kini banyak digunakan di pabrik dan perkantoran membawa efisiensi operasional sekaligus membuka celah baru bagi kebocoran rahasia dagang. Karakteristik utama IoT yakni konektivitas berkelanjutan, integrasi lintas sistem, serta penggunaan sensor dan perangkat pintar yang saling terhubung, sehingga menciptakan attack surface yang luas bagi pihak tidak bertanggung jawab. 

Banyak perangkat IoT diproduksi dengan standar keamanan rendah, seperti penggunaan kata sandi bawaan yang mudah ditebak, minimnya enkripsi data, serta pembaruan firmware yang jarang dilakukan. Kondisi ini membuat data sensitif, termasuk formula produksi, strategi bisnis, hingga informasi pelanggan, rentan disadap atau dicuri. Salah satu masalah utama adalah desain keamanan yang lemah. Banyak perangkat IoT diproduksi dengan fokus pada harga murah dan kemudahan penggunaan, sehingga aspek perlindungan data sering diabaikan. Password default yang tidak diganti, autentikasi sederhana, serta minimnya enkripsi membuat perangkat mudah ditembus. Lemahnya sistem keamanan ini menjadikan IoT sasaran empuk bagi peretas yang ingin mencuri data sensitif perusahaan. 

Selain itu, pembaruan perangkat lunak yang jarang dilakukan memperburuk keadaan. Firmware yang tidak diperbarui membuka peluang eksploitasi celah lama yang sudah diketahui publik. Peretas dapat menyisipkan malware atau melakukan serangan injeksi kode untuk mengambil alih kendali perangkat. Lebih jauh, perangkat IoT sering terhubung ke jaringan Wi-Fi yang tidak aman, sehingga rawan serangan man-in-the-middle (MITM) atau bahkan dijadikan bagian dari serangan Distributed Denial of Service (DDoS).

Kerentanan IoT juga diperbesar oleh integrasi langsung dengan sistem produksi dan administrasi perusahaan. Satu celah kecil pada sensor mesin atau kamera keamanan dapat menjadi pintu masuk menuju data strategis, seperti formula produksi, strategi pemasaran, atau data pelanggan. Hal ini menunjukkan bahwa kebocoran rahasia dagang tidak lagi hanya berasal dari kebocoran internal manusia, tetapi juga dari perangkat yang tampak sepele namun terhubung ke jaringan inti perusahaan.

Faktor manusia turut memperparah risiko. Karyawan yang kurang memahami pentingnya keamanan digital sering kali menggunakan kata sandi lemah atau terjebak dalam praktik rekayasa sosial seperti phishing. Kombinasi antara kelemahan teknis dan kelalaian manusia menjadikan perangkat IoT sebagai titik rawan yang berpotensi menggerus daya saing perusahaan.

Kasus kebocoran data di Indonesia beberapa tahun terakhir memperlihatkan betapa seriusnya ancaman ini. Laporan media nasional mencatat jutaan data bocor akibat serangan siber, sebagian besar melalui celah keamanan perangkat yang tidak diperkuat. Jika perangkat IoT di pabrik atau perkantoran menjadi pintu masuk serangan, maka kerugian bukan hanya berupa kehilangan rahasia dagang, tetapi juga reputasi dan kepercayaan publik.

Baca juga: Rahasia Dagang dalam Hubungan Kerja: Tanggung Jawab Karyawan dan Strategi Pencegahan Melalui NDA

 

Kewajiban Perusahaan dalam Pengamanan Rahasia Dagang di Era Digital

 

Integrasi perangkat IoT dalam operasional pabrik dan perkantoran membawa konsekuensi hukum yang tidak bisa diabaikan. Rahasia dagang, yang mencakup formula produksi, strategi pemasaran, hingga data teknis, merupakan aset bernilai ekonomi tinggi. Perusahaan memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa rahasia dagang tersebut terlindungi dengan baik, terutama ketika perangkat IoT menjadi bagian dari sistem kerja sehari-hari.

Kewajiban ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga strategis. Perusahaan dituntut untuk menerapkan kebijakan keamanan internal yang ketat, mulai dari pengaturan akses terbatas, enkripsi data, hingga audit berkala terhadap perangkat IoT yang digunakan. Tanpa langkah ini, perusahaan dapat dianggap lalai dalam menjaga rahasia dagang, yang berimplikasi pada hilangnya perlindungan hukum.

Dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (UU Rahasia Dagang) ditegaskan bahwa:

“Rahasia dagang mendapatkan perlindungan apabila informasi tersebut bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana mestinya.”

Dalam era digital yang sarat dengan penggunaan perangkat IoT, syarat suatu informasi dapat dikategorikan sebagai rahasia dagang menjadi semakin relevan dan kompleks. Perusahaan harus memahami bahwa rahasia dagang tidak hanya berupa formula produksi atau strategi bisnis konvensional saja, tetapi juga mencakup hal-hal teknis digital, seperti:

  • Bersifat rahasia

Informasi dianggap rahasia apabila belum diketahui oleh masyarakat umum atau pihak-pihak yang terkait dengan bidang tersebut. Dalam konteks teknologi informasi dan komunikasi (TIK), hal ini berarti kode, dataset, atau metodologi yang tidak dipublikasikan, tidak bersifat open-source, dan tidak mudah diperoleh melalui proses reverse engineering yang wajar. Misalnya, algoritma pengolahan data sensor di pabrik yang hanya diketahui oleh tim internal perusahaan merupakan rahasia dagang yang harus dijaga kerahasiaannya.

  • Memiliki nilai ekonomi

Nilai ekonomi timbul dari sifat kerahasiaan informasi tersebut. Jika suatu perusahaan perangkat lunak kehilangan kode sumber rahasianya, pesaing dapat mereplikasi produk tanpa biaya penelitian dan pengembangan yang signifikan. Hal ini menghilangkan keunggulan pasar pemilik rahasia dagang. Dalam konteks IoT, data hasil analisis sensor produksi atau algoritma optimasi energi memiliki nilai ekonomi tinggi karena dapat meningkatkan efisiensi operasional dan menekan biaya produksi. Kebocoran informasi ini akan langsung mengurangi daya saing perusahaan.

  • Diambil langkah-langkah yang wajar untuk menjaga kerahasiaannya

Kriteria ini adalah yang paling krusial. Pemilik rahasia dagang harus membuktikan bahwa mereka telah melakukan upaya serius dan berkelanjutan untuk mengamankan informasi. Upaya tersebut meliputi:

    • Penerapan Perjanjian Kerahasiaan (NDA) dengan karyawan, kontraktor, dan mitra bisnis yang memiliki akses ke informasi sensitif.
    • Penerapan Kebijakan Keamanan Siber, seperti kontrol akses fisik dan digital, firewall, serta enkripsi data pada perangkat IoT.
    • Penandaan dokumen dan file digital sebagai “Rahasia” atau “Proprietary” untuk menegaskan status informasi tersebut.

Dalam konteks IoT, langkah-langkah ini harus diperluas dengan pengamanan perangkat keras dan perangkat lunak. Misalnya, memastikan bahwa sensor produksi tidak dapat diakses dari luar jaringan internal tanpa autentikasi, atau bahwa data yang dikirim antar perangkat selalu dienkripsi. Tanpa langkah-langkah ini, informasi yang seharusnya menjadi rahasia dagang dapat dianggap tidak memenuhi syarat perlindungan hukum karena pemiliknya lalai menjaga kerahasiaannya.

Kegagalan memenuhi syarat rahasia dagang di era digital berarti perusahaan kehilangan perlindungan hukum atas informasi tersebut. Misalnya, jika sebuah formula produksi bocor karena perangkat IoT tidak diamankan, maka perusahaan tidak bisa menuntut pihak lain atas pelanggaran rahasia dagang, karena dianggap lalai menjaga kerahasiaannya. Hal ini menunjukkan bahwa kewajiban perusahaan bukan hanya soal kepatuhan hukum, tetapi juga soal menjaga daya saing dan reputasi di pasar global.

Era digital menuntut perusahaan untuk lebih proaktif dalam menjaga rahasia dagang. Informasi yang memenuhi ketiga syarat di atas akan tetap dilindungi secara hukum, tetapi jika perusahaan gagal membuktikan adanya upaya pengamanan yang layak, maka perlindungan tersebut bisa hilang. Dengan kata lain, IoT memperbesar tantangan sekaligus mempertegas kewajiban perusahaan untuk menjaga rahasia dagang melalui kebijakan keamanan yang luas dan mendalam.***

Baca juga: Cara Cerdas Mengatasi Kebocoran Rahasia Dagang di Era Digital bagi Pelaku Usaha

 

JANGAN TUNDA LAGI!

Konsultasikan Strategi Perlindungan Rahasia Dagangmu Bersama SIP-R Consultant! Lindungi Inovasi Bisnismu di Era Digital Sekarang.

 

Daftar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (UU Rahasia Dagang).
  • Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs Agreement).

Referensi:

Translate »