Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan digitalisasi konten, isu mengenai hak cipta dan akses publik terhadap karya intelektual menjadi semakin penting. Salah satu konsep yang relevan dalam ekosistem hak cipta adalah domain publik yang memungkinkan karya-karya tertentu digunakan secara bebas oleh siapa pun tanpa perlu izin atau pembayaran royalti. Dalam ranah hukum kekayaan intelektual, domain publik merupakan konsep penting yang menunjukkan berakhirnya hak eksklusif pencipta terhadap karya. 

Ketika karya telah memasuki domain publik, maka siapa pun dapat menggunakannya tanpa izin, yang berdampak positif bagi pendidikan, budaya, dan inovasi. Namun, pemahaman mengenai domain publik masih sering disalahartikan. Banyak yang mengira bahwa semua karya yang tersedia di internet otomatis masuk ke domain publik, padahal status tersebut memiliki dasar hukum dan syarat tertentu. Untuk itu, SIP-R Consultant akan membahas lebih dalam terkait dengan domain publik agar dapat menjadi panduan bagi pelaku industri kreatif dalam memanfaatkannya secara sah dan etis.

Pengertian Domain Publik Menurut Aturan yang Berlaku

Meskipun istilah “domain publik” tidak secara eksplisit didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU HC”), namun konsep ini tercermin dalam beberapa ketentuan, khususnya melalui:

Pasal 58 UU ayat (2) yang menjelaskan bahwa hak cipta yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, pelindungan Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun sesudahnya, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. 

Pasal 58 ayat (3) yang menjelaskan bahwa pelindungan hak cipta atas ciptaan yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman. 

Setelah masa perlindungan berakhir, karya tersebut akan beralih ke domain publik. Dengan demikian, siapa pun dapat menggunakan, menggandakan, atau menyebarluaskan karya tersebut secara bebas. Kedua ayat ini menunjukkan bahwa domain publik adalah hasil dari berakhirnya masa perlindungan hak cipta terhadap hak ekonomi, baik karena kematian pencipta (dalam karya kolektif), atau pun karena jangka waktu tetap (dalam kepemilikan badan hukum). Setelah masa tersebut habis, karya menjadi milik publik dan dapat dimanfaatkan tanpa batasan hukum hak cipta. Sedangkan, hak moral akan tetap melekat secara abadi pada diri pencipta atau pemegang hak cipta. 

Secara internasional, hal ini diatur dalam Konvensi Bern 1886 yang telah diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention For The Protection of Literary and Artistic Works (“Keppres 18/1997”). Melalui Article 7, konvensi ini mengatur bahwa masa perlindungan hak cipta minimum adalah 50 tahun setelah kematian pencipta, namun negara anggota dapat menetapkan masa perlindungan yang lebih panjang.

Konvensi Bern juga menegaskan prinsip “national treatment”, yaitu setiap negara anggota wajib memberikan perlindungan yang sama terhadap karya asing sebagaimana terhadap karya domestik. Namun, jika masa perlindungan di negara asal telah berakhir, negara lain tidak wajib memberikan perlindungan lebih lanjut, sehingga karya tersebut dapat dianggap masuk ke domain publik di negara tersebut.

Kapan Sebuah Karya Masuk ke Domain Publik?

Sebuah karya masuk ke domain publik ketika masa perlindungan hak ciptanya telah berakhir atau karya tersebut tidak memenuhi syarat perlindungan sejak awal. Sebagaimana diatur dalam Pasal 41 UU HC, bahwa terdapat beberapa hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta, meliputi:

  • Hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;
  • Setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah ciptaan; dan
  • Alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional. 

Di Indonesia, masa perlindungan tergantung pada jenis ciptaan dan status penciptanya. Berdasarkan Masa Perlindungan

  1. 70 tahun setelah kematian pencipta untuk karya sastra, musik, seni rupa, dan karya ilmiah (Pasal 58 ayat (1) UU HC).
  2. 50 tahun sejak pengumuman pertama untuk karya sinematografi, fotografi, potret, karya hasil transformasi, dan program komputer (Pasal 59 ayat (1) UU HC).
  3. 25 tahun sejak pengumuman pertama untuk karya seni terapan (Pasal 59 ayat (2) UU HC).

Setelah jangka waktu tersebut berakhir, hak eksklusif pencipta gugur, dan karya menjadi milik publik. Beberapa contoh karya yang telah menjadi domain publik sebab habis masa perlindungan hak cipta, di antaranya:

  1. Novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar pada tahun 2012;
  2. Karya seni rupa Penangkapan Diponegoro karya Raden Saleh pada tahun 1951;
  3. Karya fotografi Pengantin Perempuan Tanpa Nama karya Tati Photo Studio pada tahun 2014;
  4. Karya sinematografi Tiga Dara karya Usmar Ismail pada tahun 2007.

Terkait dengan karya internasional yang telah habis masa perlindungan hak cipta dan telah menjadi domain publik pada Januari 2025 adalah karakter Popeye dan Tintin. Dua karakter komik klasik ini pertama kali muncul di tahun 1929 dan telah mencapai angka 95 tahun menurut hukum kekayaan intelektual Amerika Serikat. Namun, penting untuk dicatat bahwa yang masuk ke domain publik hanyalah versi asli atau awal dari karakter-karakter tersebut, bukan adaptasi animasinya. 

Untuk itu, sebelum menggunakan karya dengan domain publik, penting untuk memverifikasi status karya tersebut. Selain itu, Meskipun hak ekonomi telah berakhir, hak moral seperti pencantuman nama pencipta tetap berlaku tanpa batas waktu. Hindari penggunaan karya yang akan merugikan reputasi pencipta. Kemudian, cermati versi karya yang masuk ke dalam domain publik, versi adaptasi, terjemahan, atau digitalisasi modern bisa saja masih dilindungi hak cipta. 

Konsep domain publik dalam hak cipta merupakan elemen penting dalam menjaga keseimbangan antara perlindungan hak eksklusif pencipta dan akses masyarakat terhadap pengetahuan serta budaya. Karya yang telah habis masa perlindungannya atau tidak memenuhi syarat hak cipta menjadi milik publik dan dapat dimanfaatkan secara bebas.

Namun, kebebasan ini tetap harus disertai dengan tanggung jawab hukum dan etika, termasuk menghormati hak moral pencipta dan memastikan keabsahan status domain publik suatu karya. Dengan memahami prinsip dan batasannya, domain publik dapat menjadi sumber daya yang kaya untuk inovasi, pendidikan, dan ekspresi kreatif yang inklusif.***

Konsultasikan Terlebih Dahulu dengan Ahli Hukum di SIP-R Consultant untuk Hindari Risiko Pelanggaran Hak Cipta yang Tidak Disengaja.

Dapatkan analisis mendalam, panduan legal yang akurat, dan strategi penggunaan karya yang aman dan sah

Lindungi reputasimu, pastikan langkahmu tepat, Rekan SIP-R!

Daftar Hukum:

Referensi:

Translate »