Fenomena konten video singkat di TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts memunculkan budaya baru yang dikenal sebagai “remix culture”, yakni kebiasaan memodifikasi, menata ulang, menambah, atau mengambil sebagian konten orang lain untuk membuat karya baru. Budaya ini berkembang pesat karena algoritma platform sosial mendorong kreativitas yang cepat, penggunaan ulang audio, dan tren duet atau stitch yang menjadikan karya orang lain sebagai bagian dari proses kreatif. Namun, popularitasnya menimbulkan pertanyaan hukum yang serius: apakah karya remix di platform tersebut merupakan karya baru yang dilindungi hak cipta? Ataukah justru masuk dalam kategori pelanggaran?
Dalam konteks hukum Indonesia, persoalan remix culture menjadi semakin relevan karena banyak kreator mengeluhkan konten mereka diunggah ulang tanpa izin, tanpa watermark, atau bahkan dimonetisasi oleh pihak lain. Di sisi lain, masih terdapat kesalahpahaman publik bahwa selama konten sudah diunggah ke internet maka siapa pun bebas menggunakannya. Padahal, hukum memberikan perlindungan yang jelas terhadap karya video, musik, dan konten kreatif lainnya, termasuk konten video singkat di media sosial.
SIP-R Consultant akan membahas lebih lanjut melalui artikel berikut ini!
Memahami Hak Cipta atas Konten Video Singkat di Media Sosial
Menurut Pasal 40 ayat (1) huruf m Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU HC”), karya sinematografi, video, dan segala bentuk rekaman audio visual merupakan ciptaan yang dilindungi hak cipta. Artinya, video TikTok, Reels, atau YouTube Shorts otomatis memiliki perlindungan hak cipta sejak pertama kali diwujudkan dan tidak perlu didaftarkan terlebih dahulu. Hak cipta atas konten tersebut meliputi:
- Hak moral, seperti hak pencantuman credit, inspired by, dan hak mempertahankan keutuhan ciptaan;
- Hak ekonomi, termasuk hak memperbanyak, mendistribusikan, menayangkan, dan mengumumkan, terutama yang berkaitan dengan tujuan komersial.
Video singkat yang dibuat oleh kreator, meskipun berdurasi hanya beberapa detik, tetap memenuhi syarat sebagai ciptaan yang dilindungi. Hal ini ditegaskan dalam penelitian yang menyebutkan bahwa video digital memiliki nilai estetika dan ekonomi yang signifikan, sehingga masuk dalam kategori ciptaan yang dilindungi.
Lalu, Bagaimana Perlindungan Hukum terhadap Hak Cipta Konten Kreator yang Karyanya Diunggah Ulang?
Hak cipta memberikan pemiliknya kendali atas karya-karya kreatif yang dihasilkan. Oleh karenanya, penggunaan karya tanpa izin dari pemilik hak cipta adalah tindakan melanggar hukum, termasuk mengunggah ulang konten tanpa izin untuk tujuan komersial.
Setiap pihak yang mengambil, mengunggah ulang, mendistribusikan, atau memodifikasi konten tanpa izin dapat dianggap melanggar hak ekonomi dan moral pencipta. Remix culture pada dasarnya lahir dari kreativitas kolaboratif digital, namun menurut hukum Indonesia, penggunaan ulang ciptaan orang lain tetap membutuhkan izin pencipta atau menyantumkan sumber yang valid melalui watermark atau penanda nama.
Fenomena reupload video YouTube ke TikTok tanpa watermark menjadi isu serius. Penelitian dari Universitas Nusa Putra menegaskan bahwa tindakan ini mengakibatkan hilangnya hak moral pencipta atas identitas dan integritas karyanya, serta kerugian ekonomi karena kehilangan peluang monetisasi.
Artikel dari Alchemist Group juga menyoroti bahwa meskipun hak cipta memberikan perlindungan otomatis, praktik re-upload masih sering terjadi karena lemahnya pengawasan dan kesulitan melacak karya asli. Hal ini menimbulkan dilema bagi kreator yang harus berjuang menjaga reputasi dan hak ekonomi mereka. Namun dalam praktiknya, meskipun UU Hak Cipta telah mengatur terkait dengan hak eksklusif yang diberikan pada karya audio visual, akan tetapi perlindungan hukumnya belum terlaksana dengan sempurna. Hal ini dapat dilihat dari beberapa content creator yang mengalami tindakan re-upload konten tanpa izin.
Selain itu, walaupun tiap platform memiliki kebijakan hak cipta yang bertujuan untuk melindungi hak-hak konten kreator, tetapi implementasi kebijakan ini seringkali menghadapi kendala. Salah satu kendala utama adalah ketidakmampuan platform untuk secara efektif mendeteksi dan mencegah setiap pelanggaran hak cipta yang terjadi, mengingat banyaknya konten yang diunggah setiap detiknya.
Di tengah keterbatasan deteksi otomatis dan pengawasan platform, peran kreator menjadi semakin penting untuk menjaga hak cipta mereka. Kreator dituntut aktif melakukan pelaporan pelanggaran, menggunakan watermark, atau memanfaatkan mekanisme take down yang disediakan platform. Namun, ketika pelanggaran tetap terjadi dan menimbulkan kerugian nyata, jalur hukum menjadi instrumen utama untuk menegakkan hak cipta dan memberikan efek jera bagi pelanggar.
Baca juga: Karya Anda Dibajak? Ini Panduan Lengkap Menghadapi Pembajakan Hak Cipta!
Jerat Hukum bagi Pelanggar Hak Cipta
Konten kreator TikTok yang videonya diunggah ulang oleh pihak lain untuk tujuan komersial berhak menuntut perlindungan hukum, karena karya tersebut termasuk ciptaan yang dilindungi. Hal ini diatur secara tegas melalui Pasal 9 ayat (3) UU HC bahwa”
“Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.”
Apabila pelanggaran hak cipta telah terjadi, konten kreator dapat mengambil langkah hukum sesuatu dengan peraturan yang berlaku. Jika video mereka diunggah di platform seperti TikTok tanpa izin atau tanpa menyertakan sumber, mereka bisa mengajukan klaim hak cipta melalui mekanisme Digital Millennium Copyright Act (DMCA) atau melaporkan pelanggaran melalui fitur perlindungan hak cipta yang disediakan oleh platform tersebut.
Jika penyelesaian melalui platform digital tidak membuahkan hasil, konten kreator dapat membawa kasus ini ke ranah hukum. Pemilik karya memiliki dasar hukum yang kuat untuk mengajukan gugatan perdata atau menuntut pelaku secara pidana. Langkah perdata dapat ditempuh melalui gugatan di Pengadilan Niaga, di mana kreator berhak meminta ganti rugi atas kerugian materiil maupun immateriil. Kerugian materiil dapat meliputi hilangnya potensi pendapatan, penggunaan konten tanpa lisensi, atau kehilangan peluang komersial akibat tindakan pelaku. Sementara itu, kerugian immateriil dapat berupa pencemaran reputasi, penghapusan watermark, ataupun hilangnya pengakuan sebagai pencipta.
Di sisi lain, jalur pidana dapat ditempuh apabila pelanggaran memenuhi unsur kesengajaan, terutama ketika pelaku jelas-jelas mengetahui bahwa konten tersebut bukan miliknya namun tetap menggunakan untuk tujuan komersial. Pasal 113 UU Hak Cipta memberikan ancaman pidana yang tegas, mulai dari pidana penjara hingga denda miliaran rupiah. Ancaman paling berat dapat diberikan bagi pelaku yang melakukan pembajakan atau menggunakan ciptaan secara komersial tanpa hak, dengan ancaman penjara hingga 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.
Pada akhirnya, perlindungan hukum bagi konten kreator bukan hanya tentang penegakan hak individual, tetapi juga mengenai keadilan dalam ekosistem ekonomi digital. Ketika karya kreator digunakan tanpa izin, tanpa atribusi, apalagi untuk tujuan komersial, hal tersebut merugikan kreativitas dan melanggar prinsip dasar kepemilikan intelektual. Dengan memahami hak-hak yang melekat pada karya digital serta mekanisme penyelesaian sengketa yang tersedia, konten kreator dapat memastikan bahwa hasil kerja kreatif mereka tetap dihormati dan terlindungi.***
Baca juga: Pentingnya Pemahaman Hak Cipta untuk Content Creator dan Influencer
Jangan biarkan karya videomu disalahgunakan tanpa izin!
Amankan hak cipta dan nilai komersial kontenmu dengan memahami langkah hukum yang tepat. Dapatkan panduan langsung dari konsultan HKI untuk melindungi karya digitalmu secara aman dan sah.
Follow Instagram @SIPRConsultant untuk edukasi lengkap seputar Hak Cipta dan perlindungan kreator!
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU HC”).
Referensi:
- Muthi’ah, D. A., Ismail, Y., & Humiati. (2025). Perlindungan Hukum terhadap Konten Kreator TikTok yang Diunggah Ulang oleh Pihak. Global Research and Innovation Journal (GREAT), 01(02), 407–418. (Diakses pada 4 Desember 2025 pukul 14.03 WIB).
- Nata, A. A. L. (2025). Perlindungan Hukum Konten Kreator Tiktok yang Re-upload pada Aplikasi Berbeda untuk Tujuan Komersial. Islamic Law Journal (ILJ), 03(01), 1–11. (Diakses pada 4 Desember 2025 pukul 14.25 WIB).
- Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Content Creator yang Video YouTubenya Diunggah Ulang Tanpa Watermark pada Platform TikTok. Alchemist Group. (Diakses pada 4 Desember 2025 pukul 14.40 WIB).
- Murdani, D., & Delamarisa. (2025). Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Content Creator Vidio YouTube yang Diunggah Ulang Tanpa Watermark. Jurnal Hukum Indonesia (JHI), 4(4), 224–233. (Diakses pada 4 Desember 2025 pukul 15.12 WIB).
