Bisnis franchise atau waralaba telah menjadi model usaha yang populer di Indonesia karena kemampuannya memperluas jaringan bisnis dengan efisiensi operasional dan branding yang konsisten. Di balik kesuksesan sistem ini, terdapat elemen penting yang jarang disorot namun sangat krusial, yakni berkaitan dengan rahasia dagang. Informasi seperti resep, formula, metode operasional, strategi pemasaran, hingga data pelanggan merupakan aset tak berwujud yang menjadi tulang punggung keberhasilan waralaba. Jika informasi ini bocor atau disalahgunakan, dampaknya bisa fatal bagi pemilik merek maupun mitra usaha.
Adanya sifat yang tidak kasat mata namun bernilai tinggi, rahasia dagang dalam bisnis franchise sering kali menjadi target penyalahgunaan, baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Dalam hubungan kemitraan yang melibatkan transfer pengetahuan dan sistem bisnis, risiko kebocoran informasi semakin meningkat jika tidak diantisipasi dengan mekanisme perlindungan yang memadai. Franchisor harus memastikan bahwa setiap elemen rahasia dagang dijaga secara ketat, tidak hanya melalui sistem internal, tetapi juga melalui komitmen tertulis dan kesadaran hukum dari para mitra usaha. Tanpa perlindungan yang tepat, keunggulan kompetitif yang telah dibangun dengan susah payah bisa runtuh dalam sekejap, merugikan reputasi dan keberlanjutan bisnis secara keseluruhan.
Sejauh Mana Peran Perjanjian Franchise dalam Melindungi Rahasia Dagang?
Perjanjian franchise merupakan dokumen hukum yang mengatur hak dan kewajiban antara franchisor (pemilik merek) dan franchise (mitra usaha). Salah satu aspek penting dalam perjanjian jenis ini adalah klausul mengenai perlindungan rahasia dagang. Dalam praktiknya, klausul tersebut sering dituangkan dalam bentuk Non-Disclosure Agreement (NDA) atau perjanjian kerahasiaan yang terpisah, namun menjadi bagian integral dari kontrak utama.
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (“UU Rahasia Dagang”) dijelaskan bahwa lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
Dalam bisnis franchise, informasi yang dimaksud pada ketentuan Pasal 2 UU Rahasia Dagang dapat berupa:
- Formula produk, misalnya resep makanan atau minuman;
- Prosedur operasional standar (SOP);
- Strategi pemasaran dan branding;
- Sistem manajemen dan pelatihan karyawan;
- Data pelanggan dan supplier.
Pasal 4 UU Rahasia Dagang yang menyatakan bahwa pemilik rahasia dagang memiliki hak untuk menggunakan sendiri rahasia dagangnya, memberikan lisensi kepada pihak lain untuk menggunakannya, serta melarang pihak lain untuk menggunakan atau mengungkapkan rahasia dagang tersebut tanpa persetujuan.
Hak yang telah dijelaskan di atas bersifat eksklusif dan menjadi dasar hukum bagi franchisor untuk menuntut perlindungan atas informasi bisnis yang bersifat rahasia. Dengan kata lain, klausul NDA bukan hanya instrumen kontraktual, tetapi juga perwujudan dari hak hukum yang diakui secara nasional yang memungkinkan pemilik usaha untuk menjaga keunggulan kompetitifnya melalui kontrol atas informasi strategis.
Klausul NDA dalam perjanjian franchise bertujuan untuk memastikan bahwa franchise tidak mengungkapkan, menggunakan, atau menyebarkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa izin tertulis dari franchisor. NDA juga biasanya mencakup ketentuan mengenai durasi perlindungan, sanksi atas pelanggaran, dan mekanisme penyelesaian sengketa. Di Indonesia, NDA dianggap mengikat berdasarkan syarat sah perjanjian, sebagaimana diatur dalam dasar hukum Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) bahwa supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu memenuhi empat syarat:
- Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya;
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- Suatu pokok persoalan tertentu;
- Suatu sebab yang tidak terlarang.
Baca juga: Audit Keamanan Informasi sebagai Bentuk Pencegahan Kebocoran Rahasia Dagang
Lalu, Bagaimana Strategi Hukum Jika Menghadapi Pelanggaran NDA Rahasia Dagang?
Meskipun perjanjian franchise telah dilengkapi dengan klausul Non-Disclosure Agreement (NDA) yang dirancang untuk melindungi rahasia dagang, pelanggaran tetap dapat terjadi dalam praktiknya. Dinamika bisnis, persaingan pasar, dan hubungan antar mitra usaha sering kali menciptakan celah yang memungkinkan informasi rahasia disalahgunakan atau dibocorkan. Dalam situasi seperti ini, franchisor perlu memiliki strategi hukum yang jelas dan tanggap untuk menindak pelanggaran, memulihkan kerugian, serta mencegah dampak jangka panjang terhadap reputasi dan keberlanjutan bisnis.
Pendekatan hukum yang tepat tidak hanya berfungsi sebagai respons, tetapi juga sebagai sinyal tegas bahwa perlindungan terhadap rahasia dagang adalah prioritas yang tidak bisa ditawar. Pelanggaran rahasia dagang dalam franchise bisa terjadi dalam beberapa bentuk, seperti:
- Franchise membocorkan resep atau formula kepada pesaing;
- Penggunaan SOP atau sistem bisnis oleh mantan franchise;
- Pengalihan informasi pelanggan kepada pihak luar.
Kemudian, jika terjadi pelanggaran, maka franchisor memiliki beberapa opsi hukum yang dapat ditempuh, di antaranya:
- Gugatan Perdata
Franchisor dapat mengajukan gugatan perdata atas wanprestasi (pelanggaran kontak). Dalam gugatan ini, franchisor dapat menuntut ganti rugi, penghentian penggunaan informasi, dan pemulihan hak atas rahasia dagang. Hal ini mengacu pada ketentuan dalam Pasal 1243 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:
“Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.”
- Laporan Pidana
UU Rahasia Dagang juga memberikan sanksi pidana bagi pelanggaran yang dilakukan secara sengaja. Ketentuan pidana tersebut terlampir dalam Pasal 17 UU Rahasia Dagang yang menegaskan:
“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia Dagang pihak lain atau melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 atau pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Tindakan pidana ini termasuk kategori delik aduan, sehingga proses hukumnya hanya dapat dimulai apabila pihak yang dirugikan mengajukan laporan, khususnya jika pelanggaran yang terjadi menimbulkan dampak besar dan kerugian yang nyata.
- Mediasi atau Arbitrase
Jika perjanjian franchise mencantumkan klausul penyelesaian sengketa melalui mediasi atau arbitrase, maka kedua belah pihak dapat menyelesaikan konflik tanpa melalui pengadilan. Metode ini lebih cepat dan efisien, serta menjaga kerahasiaan proses hukum.
- Penguatan Internal dan Audit
Selain langkah hukum, franchisor juga perlu memperkuat sistem internal seperti:
- Audit berkala terhadap franchise;
- Pelatihan ulang tentang etika dan kepatuhan;
- Penggunaan teknologi untuk melacak akses informasi.
Langkah-langkah ini dapat mencegah pelanggaran sejak dini dan memperkuat posisi hukum franchisor jika sengketa terjadi.
Melindungi rahasia dagang dalam bisnis franchise bukan hanya soal menjaga informasi, tetapi juga menjaga kepercayaan, reputasi, dan keberlanjutan usaha. Dengan memadukan instrumen hukum yang tepat, komitmen etis dari para pihak, serta sistem pengawasan yang kuat, pelaku usaha dapat menciptakan ekosistem franchise yang aman, profesional, dan saling menguntungkan. Di tengah persaingan pasar yang semakin kompleks, perlindungan terhadap rahasia dagang adalah fondasi strategis yang tidak boleh diabaikan.***
Baca juga: Rahasia Dagang dalam Bisnis Kuliner: Perlindungan Resep Makanan dari Pembajakan
Lindungi Asetmu, Lindungi Masa Depan Bisnismu.
Jangan biarkan rahasia dagang menjadi celah yang dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, konsultasikan mengenai upaya perlindungan bisnis franchise milikmu bersama Tim SIP-R Consultant!
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (“UU Rahasia Dagang”).
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”).
