Perlindungan atas kekayaan intelektual dalam bentuk paten telah lama menjadi fondasi penting bagi kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan perekonomian nasional. Paten tidak hanya menjamin eksklusivitas bagi para inovator dalam memanfaatkan hasil karya mereka, tetapi juga mendorong tumbuhnya investasi dan kegiatan penelitian yang berkesinambungan. Secara prinsip, paten diberikan atas suatu invensi yang hadir sebagai solusi terhadap permasalahan yang belum pernah diselesaikan sebelumnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa eksistensi paten memiliki kontribusi signifikan dalam mendukung aktivitas manusia secara luas.
Meski begitu, penting untuk diwaspadai bahwa hak eksklusif atas invensi yang memiliki potensi besar bagi masyarakat bisa memicu penyalahgunaan demi keuntungan pribadi oleh pemegang paten. Supaya hak eksklusif ini tidak disalahgunakan, maka pemegang paten memiliki opsi, yakni melakukan pengalihan paten, atau pun memberikan lisensi. Tidak seperti bentuk hak kekayaan intelektual lainnya yang memberikan keleluasaan bagi pemiliknya untuk menentukan apakah lisensi akan diberikan, dalam sistem paten terdapat mekanisme lisensi yang bersifat wajib dan tidak bergantung pada persetujuan pemegang hak.
Mengenai Lisensi Wajib dalam Undang-Undang Paten
Pasal 81 Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten”) menetapkan bahwa lisensi wajib dapat diberikan oleh Pemerintah untuk kepentingan masyarakat luas, terutama apabila pemegang paten tidak menggunakan atau tidak melaksanakan patennya di wilayah Indonesia dalam jangka waktu tertentu.
Tujuan utama dari pemberian lisensi wajib adalah untuk menjamin bahwa hak paten tidak disalahgunakan secara eksklusif oleh pemegangnya, serta memastikan bahwa inovasi yang telah dipatenkan tetap memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat luas. Melalui kebijakan ini, pemerintah dapat mengintervensi apabila pemegang paten tidak melaksanakan patennya atau enggan memberikan lisensi kepada pihak lain yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan dan menggunakannya secara efisien.
Pasal 81 ayat (2) UU Paten menegaskan bahwa pemberian lisensi wajib harus dilakukan secara terbatas, baik dari segi lingkup maupun jangka waktunya. Hal ini berarti, bahwa penggunaan paten hanya boleh dilakukan sesuai dengan tujuan spesifik yang mendasari pemberian lisensi tersebut, seperti untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap teknologi atau produk tertentu yang belum tersedia secara memadai. Pembatasan ini bertujuan untuk mencegah eksploitasi paten secara berlebihan dan memastikan bahwa intervensi pemerintah tetap proporsional.
Pemberian lisensi wajib diberikan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Dalam hal ini, Menteri dapat memberikan lisensi wajib atas dasar permohonan dengan alasan sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 30 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pemberian Lisensi-Wajib Paten (“Permenkumham 14/2021”) di antaranya:
- Pemegang Paten tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan setelah diberikan Paten;
- Paten telah dilaksanakan oleh Pemegang Paten atau penerima lisensi dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat; atau
- Paten hasil pengembangan dari Paten yang telah diberikan sebelumnya tidak bisa dilaksanakan tanpa menggunakan Paten pihak lain yang masih dalam pelindungan.
Selain itu, ketentuan pemberian lisensi wajib tidak semata terbatas pada Pasal 8 Permenkumham 14/2021. Dalam situasi tertentu, lisensi wajib atas paten yang berkaitan dengan produk farmasi juga dapat diterapkan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 30 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pemberian Lisensi-Wajib Paten (“Permenkumham 30/2019”) bahwa dengan tidak mengurangi hak Pemegang Paten berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam keadaan darurat, Menteri dapat memberikan lisensi wajib untuk:
- Memproduksi produk farmasi guna pengobatan penyakit pada manusia;
- Mengimpor pengadaan produk farmasi sepanjang belum dapat diproduksi di Indonesia guna pengobatan penyakit pada manusia; dan
- Mengekspor produk farmasi yang diproduksi di Indonesia guna pengobatan penyakit pada manusia berdasarkan permintaan dari negara berkembang atau negara belum berkembang.
Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (1) Permenkumham 30/2019 itu meliputi:
- Kesulitan akses obat dalam masyarakat;
- Penyakit yang berjangkit luas (endemis atau pandemis); dan/atau
- Keadaan lain yang ditentukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan
Dalam hal ini, pemilik paten tidak memiliki kewenangan untuk menolak pemberian lisensi wajib. Dalam sistem hukum Indonesia, keputusan untuk mengabulkan, menunda, atau menolak permohonan lisensi wajib sepenuhnya berada di tangan Kementerian Hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 90 Undang-Undang Paten.
Meskipun pemegang paten akan dipanggil untuk menyampaikan pendapatnya dalam proses pemeriksaan substantif, jika ia tidak memberikan tanggapan dalam waktu yang ditentukan (biasanya 30 hari), maka dianggap menyetujui pemberian lisensi wajib. Artinya, proses ini bukanlah negosiasi antara dua pihak, melainkan bentuk intervensi hukum demi kepentingan umum. Namun, pemegang paten tetap memiliki hak-hak tertentu, seperti:
- Tetap memiliki hak untuk menjalankan paten
- Mendapatkan imbalan atau royalti dari penerima lisensi wajib (Pasal 92 UU Paten).
- Mengajukan keberatan atau gugatan terhadap keputusan menteri, jika ada alasan hukum yang kuat.
Baca juga: Hati-hati, Hak Paten Bisa Dihapus karena Kelalaian Ini!
Pemberian Lisensi Wajib Paten dan Jangka Waktunya
Dengan persyaratan tersebut, perlu diketahui pula bahwa tidak semua kalangan dapat memperoleh lisensi-wajib paten, melainkan disesuaikan dengan ketentuan Pasal 11 Permenkumham 30/2019:
- Setiap orang dapat mengajukan permohonan pada ketentuan huruf a dan b di atas;
- Seorang pemegang paten dapat mengajukan permohonan pada ketentuan huruf c di atas; dan
- Instansi pemerintahan dapat mengajukan permohonan pada semua ketentuan di atas.
Diatur dalam Pasal 13 Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah (“Perpres 77/2020”) diatur bahwa pelaksanaan Paten yang dapat dilakukan sendiri oleh Pemerintah yang berkaitan dengan kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat meliputi:
- Produk farmasi dan/atau bioteknologi yang harganya mahal dan/atau diperlukan untuk menanggulangi penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya kematian mendadak dalam jumlah yang banyak, menimbulkan kecacatan yang signifikan, dan merupakan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia;
- Produk kimia dan/atau bioteknologi yang berkaitan dengan pertanian yang diperlukan untuk ketahanan pangan;
- Obat hewani yang diperlukan untuk menanggulangi hama dan/atau penyakit hewan yang berjangkit secara luas; dan/atau
- Proses dan/atau produk yang menanggulangi bencana alam dan/atau bencana lingkungan hidup.
Lisensi wajib diberikan dengan jangka waktu batasan tertentu. Menurut Pasal 5 Permenkumham 30/2019 dan Pasal 102 UU Paten:
- Lisensi wajib berlaku selama jangka waktu perlindungan paten utama dan sesuai dengan tujuan awal pemberiannya;
- Hak lisensi wajib tidak dapat dialihkan, kecuali melalui pewarisan atau pengalihan aset perusahaan yang menerima lisensi.
Pembatasan ini bertujuan untuk menjaga agar lisensi wajib tetap berada dalam koridor kepentingan publik dan tidak menjadi objek eksploitasi komersial. Dengan semakin kompleksnya tantangan kesehatan global, mekanisme lisensi wajib menjadi instrumen strategis untuk memastikan akses terhadap teknologi farmasi yang adil dan berkelanjutan. Namun, pelaksanaannya harus tetap menjunjung prinsip proporsionalitas dan transparansi agar tidak menghambat inovasi dan terabaikannya hak-hak inventor.***
Baca juga: Maksimalkan Potensi Ekonomi Invensi Melalui Lisensi Paten
Pahami Aturan Terkait dengan Lisensi Wajib dalam Paten!
Segera konsultasikan dengan Tim SIP-R Consultant untuk dapatkan hukum pendampingan lebih lanjut!
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten”).
- Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten”).
- Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 30 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pemberian Lisensi-Wajib Paten (“Permenkumham 14/2021”).
- Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 30 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pemberian Lisensi-Wajib Paten (“Permenkumham 30/2019”).
- Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah (“Perpres 77/2020”).
Referensi:
- Lisensi dalam Paten Bersifat Wajib, Kok Bisa?. Smartlegal. (Diakses pada 29 Juli 2025 pukul 15.48 WIB).
- Paten Lisensi Wajib. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). (Diakses pada 29 Juli 2025 pukul 15.51 WIB).
