Dalam dunia yang semakin terdigitalisasi, karya cipta menjadi aset yang tak ternilai. Lagu, video, desain, tulisan, dan berbagai bentuk ekspresi kreatif kini dapat tersebar luas dalam hitungan detik. Namun, di balik kemudahan distribusi tersebut, muncul tantangan besar, yakni bagaimana pencipta dapat melindungi haknya dan memastikan bahwa karyanya tidak digunakan tanpa izin atau kompensasi yang layak? Di sinilah pentingnya pemahaman mendalam tentang hak cipta, khususnya 3 (tiga) jenis hak utama yang sering kali menjadi sumber pendapatan dan perlindungan hukum bagi pencipta.
Hak cipta tidak hanya berfungsi sebagai bukti kepemilikan atas suatu karya, tetapi juga sebagai perangkat hukum yang memberikan wewenang penuh kepada pencipta untuk mengatur bagaimana karyanya digunakan. Khususnya dalam industri musik dan media, terdapat 3 (tiga) kategori hak utama yang penting untuk dipahami: hak mekanikal, hak pertunjukan, dan hak sinkronisasi. Masing-masing memiliki peran dan konsekuensi hukum yang berbeda, namun secara keseluruhan saling mendukung dalam menjaga nilai ekonomi dan perlindungan terhadap karya cipta.
Mengenal 3 Jenis Hak Utama Pencipta
Di tengah ekosistem industri kreatif yang terus berkembang, hak cipta berperan sebagai instrumen hukum yang berfungsi menjadi tameng penting bagi para pencipta agar karya mereka tidak dipakai secara sembarangan. Baik dalam musik, film, desain, maupun konten digital, hak cipta bukan hanya soal pengakuan atas kepemilikan, tetapi juga tentang bagaimana pencipta dapat mengontrol, memonetisasi, dan mempertahankan nilai ekonomis dari ciptaan mereka. Sayangnya, masih banyak pencipta yang belum memahami secara menyeluruh jenis-jenis hak yang melekat pada karya mereka, sehingga berisiko kehilangan potensi royalti dan perlindungan hukum.
Salah satu aspek penting dalam hak cipta adalah pengelompokan hak eksklusif yang dimiliki pencipta terhadap penggunaan karya di berbagai medium. Dalam musik dan media, terdapat 3 (tiga) jenis hak utama yang sering kali menjadi sumber pendapatan dan titik krusial dalam pengelolaan hak cipta: mechanical rights, performance rights, dan synchronization rights. Ketiga hak ini memiliki karakteristik dan fungsi yang berbeda, namun saling melengkapi dalam menjaga integritas dan nilai komersial karya cipta.
- Hak atas Reproduksi Karya (Mechanical Rights)
Untuk menghindari pelanggaran hak cipta saat ingin mereproduksi, merekam, mendistribusikan, atau mempublikasikan lagu milik orang lain terutama dalam konteks komersial, seseorang wajib memperoleh izin atau lisensi dari pencipta atau pemegang hak cipta. Salah satu bentuk izin tersebut adalah lisensi atas Hak Mekanikal (Mechanical Rights), yaitu hak eksklusif yang memungkinkan pencipta mengatur penggandaan, perekaman, termasuk aransemen ulang dari komposisi musik atau lagu ke dalam format fisik seperti CD, kaset, maupun media rekam digital lainnya.
Mechanical rights adalah hak pencipta untuk menerima royalti setiap kali karyanya direproduksi dalam bentuk fisik atau digital. Hak ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU HC”), khususnya dalam Pasal 9 ayat (1) b yang menyatakan bahwa pencipta/pemegang hak cipta memiliki hak untuk melakukan penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya. Dalam praktiknya, mechanical rights menjadi sumber pendapatan utama bagi pencipta lagu, terutama di era streaming dan digital download.
Selain itu, hak ini juga dapat berupa cover lagu yang banyak dijumpai. Meskipun dalam UU Hak Cipta tidak dijelaskan secara jelas mengenai cover lagu, namun pengertian cover lagu pada dasarnya dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan seseorang untuk menyanyikan kembali lagu milik orang lain. Namun, meski UU Hak Cipta telah mengatur mengenai mechanical rights, faktanya masih banyak masyarakat yang tidak mengajukan mechanical rights kepada pencipta/pemegang hak cipta ketika mengcover sebuah lagu dan mendapatkan manfaat atas hal tersebut.
Dampaknya, yang menciptakan lagu tersebut atau yang memegang hak cipta atas lagu tersebut tidak mendapatkan manfaat sama sekali. Padahal pencipta yang juga pemegang hak cipta lagu tersebut telah mengorbankan banyak waktu, tenaga dan uang untuk membuat lagu tersebut. Padahal, dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d dijelaskan bahwa yang memiliki hak untuk mengadaptasi, mengaransemen, atau mentransformasi ciptaan ialah pencipta atau pemegang hak cipta.
- Hak atas Pertunjukan Publik (Performance Rights)
Performance rights merujuk pada hak pencipta untuk menerima royalti setiap kali karyanya dipertunjukkan atau dimainkan di depan umum. Setiap kali sebuah lagu dimainkan atau ditampilkan di ruang publik, pihak yang bertanggung jawab atas pemutaran tersebut wajib memberikan royalti kepada pencipta atau pemegang hak cipta melalui lembaga pengelola hak cipta yang berwenang. Royalti yang berasal dari performance rights menjadi salah satu sumber penghasilan penting bagi pencipta lagu, khususnya jika karya mereka sering digunakan dalam berbagai acara, media, atau tempat umum.
Terkait hak ini diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (“PP 56/2021”) bahwa:
“Setiap Orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait melalui LMKN.”
Adapun bentuk layanan publik yang bersifat komersial diatur dalam Pasal 3 ayat (2) PP 56/2021 yang meliputi:
- Seminar dan konferensi komersial;
- Restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotek;
- Konser musik;
- Pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut;
- Pameran dan bazar;
- Bioskop;
- Nada tunggu telepon;
- Bank dan kantor;
- Pertokoan;
- Pusat rekreasi;
- Lembaga penyiaran televisi;
- Lembaga penyiaran radio;
- Hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel; dan
- Usaha karaoke.
Lebih lanjut, Pasal 9 ayat (1) huruf f UU Hak Cipta menyebutkan bahwa pencipta memiliki hak eksklusif untuk mempertunjukkan ciptaannya kepada publik. Hak ini sangat penting dalam memastikan bahwa pencipta tetap mendapatkan kompensasi atas penggunaan karyanya di ruang publik, termasuk dalam acara komersial.
- Hak atas Sinkronisasi dengan Media Visual (Synchronization Rights)
Synchronization rights adalah hak pencipta untuk memberikan izin atas penggunaan karyanya dalam media visual, seperti film, iklan, video YouTube, atau konten digital lainnya. Ketika sebuah lagu digunakan sebagai musik latar dalam film atau iklan, maka pencipta berhak menerima royalti dan memiliki hak untuk menyetujui atau menolak penggunaan tersebut.
Hak sinkronisasi memiliki karakteristik yang membedakannya dari hak mekanikal dan hak pertunjukan. Jika hak mekanikal berkaitan dengan reproduksi lagu dalam bentuk fisik atau digital, dan hak pertunjukan menyangkut pemutaran lagu di ruang publik, maka hak sinkronisasi secara khusus mengatur penggunaan lagu yang digabungkan dengan elemen visual, seperti dalam film, iklan, video online, atau konten multimedia lainnya.
Baca juga: Memahami Royalti Musik untuk Tempat Usaha, Hindari Jerat Pidana dengan Langkah Legal!
Pentingnya Pemilik Hak Cipta Memahami Pengelolaan Hak Cipta
Memahami pengelolaan hak cipta secara menyeluruh adalah langkah strategis yang wajib dimiliki oleh setiap pencipta, pemegang hak, maupun pelaku industri kreatif. Hak cipta bukan hanya soal pengakuan atas kepemilikan karya, tetapi juga tentang bagaimana hak tersebut dijalankan, dilindungi, dan dimonetisasi secara sah. Tanpa pengelolaan yang tepat, pencipta berisiko kehilangan kendali atas karya mereka, mengalami eksploitasi tanpa kompensasi, atau menghadapi kesulitan dalam menegakkan haknya secara hukum. Terlebih di era digital, di mana distribusi konten berlangsung cepat dan lintas platform, pengelolaan hak cipta menjadi semakin kompleks dan menuntut pemahaman yang mendalam.
Pengelolaan hak cipta mencakup berbagai aspek penting, mulai dari pendaftaran karya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), pemberian lisensi kepada pihak ketiga, pemantauan penggunaan karya di media digital dan fisik, hingga pengumpulan dan distribusi royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Dengan pengelolaan yang baik, hak cipta tidak hanya menjadi alat perlindungan, tetapi juga sumber daya ekonomi yang berkelanjutan bagi pencipta dan industri kreatif secara keseluruhan.***
Baca juga: Memahami Kewajiban Royalti Lagu dan Musik di Ruang Publik
Pastikan usaha Anda tetap aman secara hukum dengan paham kewajiban royalti!
Konsultasikan langsung dengan Tim SIP-R Consultant untuk solusi HKI yang praktis dan sesuai dengan kebutuhan Anda!
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU HC”).
- Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (“PP 56/2021”).
Referensi:
- Kapojos, N. S., Sondakh, J., & Mamengko, R. S. (2025). Pelanggaran Hak Cipta Lagu Yang Diperbanyak Tanpa Izin Pencipta Di Media Sosial Youtube Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. (Mechanical Rights). Lex Privatum, 15(3), 1–23. (Diakses pada 12 September 2025 pukul 13.20 WIB).
- What is the Difference Between Performing Right Royalties Mechanical Royalties, and Sync Royalties?. BMI. (Diakses pada 12 September 2025 pukul 13.26 WIB).
- Liandra, M. D. (2014). Mechanical Rights Dalam Platform Digital Youtube. Lex LATA. 2, 324–339. (Diakses pada 12 September 2025 pukul 14.17 WIB).
- Ada Tiga Jenis, Pahami Apa Saja Hak dalam Hak Cipta. Penasihat Hukum. (Diakses pada 12 September 2025 pukul 14.20 WIB).
- Synchronization Rights. Entertainment Law US. (Diakses pada 12 September 2025 pukul 14.31 WIB).
