Inovasi kini tidak hanya dinilai dari kemampuan menghasilkan hal baru, tetapi juga dari kemampuan untuk melindungi dan mengkomersialisasikannya secara global. Di era ekonomi digital dan globalisasi teknologi, proteksi paten bukan sekadar upaya lokal, melainkan sebuah penemuan atau invensi yang potensial untuk pasar internasional membutuhkan strategi perlindungan lintas batas. Di sinilah konsep perlindungan paten internasional menjadi sangat krusial bagi inventor yang ingin memperluas jangkauan komersial, menarik investor asing, atau bekerja sama lintas negara. 

Salah satu instrumen penting dalam kerangka perlindungan paten internasional adalah Patent Cooperation Treaty (PCT). Melalui mekanisme PCT, pemohon paten tidak perlu mengajukan permohonan terpisah di masing-masing negara secara langsung pada tahap awal, tetapi dapat melalui satu jalur internasional yang memungkinkan kemudian memilih fase nasional di negara-negara tujuan. Bagi inovator Indonesia, PCT menawarkan keunggulan berupa efisiensi administratif, waktu tambahan untuk menetapkan strategi negara tujuan, dan potensi perlindungan di banyak negara anggota WIPO secara lebih fleksibel. 

 

Mengenal Konsep Perlindungan Paten Internasional 

 

Perlindungan paten internasional merupakan fondasi penting dalam menjaga hak eksklusif atas invensi di berbagai yurisdiksi negara. Dalam sistem hukum kekayaan intelektual, paten bersifat teritorial, yang artinya, perlindungan hanya berlaku di negara tempat permohonan diajukan dan disetujui. Bagi inventor yang ingin memperluas jangkauan invensinya ke pasar global, hal ini menimbulkan tantangan tersendiri. 

Inventor harus mengajukan permohonan paten secara terpisah di setiap negara tujuan, dengan prosedur, bahasa, dan biaya yang tentunya berbeda-beda. Proses ini tidak hanya kompleks secara administratif, tetapi juga berisiko tinggi jika tidak dilakukan secara benar dan tempat waktu. Tanpa perlindungan yang memadai, invensi dapat terekspos dan dimanfaatkan oleh pihak lain tanpa izin, mengancam potensi komersialisasi dan reputasi inventor.

Sebagai respons terhadap tantangan tersebut. Patent Cooperation Treaty (PCT) hadir sebagai solusi global yang efisien dan terintegrasi.  PCT merupakan suatu ketentuan atau cara untuk mempermudah proses permohonan paten di berbagai negara. Diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1997 tentang Pengesahan Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulations Under the PCT (“Keppres 16/1997”), PCT merupakan perjanjian internasional yang dilindungi oleh World Intellectual Property Organization (WIPO), dengan lebih dari 150 negara anggota.

Sistem ini memberikan waktu kepada pemohon untuk mempertimbangkan pasar yang akan dimasuki, sehingga menghemat waktu dan memastikan inovasi terlindungi dengan tanggal perlindungan yang sama di berbagai negara. Melalui sistem tersebut, potensi pasar internasional dapat dimanfaatkan secara optimal. 

PCT memberikan waktu hingga 30 (tiga puluh) bulan sejak tanggal prioritas untuk menentukan negara tujuan, menyusun strategi pasar, dan mempersiapkan dokumen teknis sesuai standar lokal. Dengan proses awal yang terpusat, sistem PCT tidak hanya menghemat waktu dan biaya, tetapi juga memberikan ruang bagi inovator untuk melakukan analisis kelayakan dan potensi komersialisasi sebelum mengambil keputusan penting. Bagi pelaku usaha, peneliti, dan inventor teknologi, PCT adalah pintu masuk menuju perlindungan global yang terstruktur dan berdaya saing tinggi. 

Baca juga: Panduan Penting Bagi Pemilik Hak Paten untuk Perlindungan dan Pemanfaatan Optimal!

 

Lalu, Apa Saja Manfaat dari Patent Cooperation Treaty?

 

Patent Cooperation Treaty (PCT) memberikan kerangka waktu dan sistem terpusat bagi pemohon untuk mengamankan tanggal prioritas, melakukan pemeriksaan awal, dan merancang strategi perlindungan yang lebih matang sebelum memasuki fase nasional di negara-negara tujuan. Dengan kata lain, PCT adalah alat strategis yang memungkinkan inventor untuk mengelola perlindungan invensinya secara global dengan lebih efisien dan terencana. Berikut adalah beberapa keuntungan utama dari PCT antara lain:

  1. Efisiensi biaya dan waktu: Satu permohonan menggantikan puluhan permohonan nasional.
  2. Strategi pasar yang fleksibel: Pemohon dapat menunda keputusan negara tujuan hingga 30 bulan.
  3. Tanggal prioritas yang seragam: Semua negara tujuan mengakui tanggal pengajuan awal sebagai tanggal prioritas.
  4. Pemeriksaan awal internasional: Memberikan gambaran awal tentang kelayakan paten sebelum masuk fase nasional.

Menurut Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), sistem PCT sangat relevan bagi pelaku usaha dan peneliti Indonesia yang ingin menembus pasar global tanpa kehilangan momentum perlindungan invensi. 

Baca juga: Paten Biasa vs Paten Sederhana, Mana yang Tepat untuk Invensimu?

 

Bagaimana Prosedur Permohonan Pengajuan Paten Internasional Melalui PCT?

 

Ketentuan tentang permohonan paten melalui PCT diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten”) sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten 2024”) yang menyatakan bahwa permohonan dapat diajukan berdasarkan Traktat Kerja Sama Paten (PCT). Ketentuan ini bermaksud untuk memberikan kemudahan dan kecepatan kepada seorang pemohon di Indonesia dalam mengajukan permohonannya di negara yang merupakan anggota PCT, demikian juga sebaliknya bagi anggota dari negara lain yang tergabung dalam PCT dapat diselesaikan secara mudah dan cepat. 

Pengajuan paten internasional melalui PCT terdiri dari 2 (dua) fase utama, yakni fase internasional dan dan fase nasional. Berikut adalah tahapan prosedural yang perlu diperhatikan:

  • Fase Internasional
    1. Pengajuan awal permohonan internasional menggunakan sistem PCT melalui kantor penerima (receiving office), bisa dilakukan melalui DJKI (Indonesia sebagai kantor penerima)
    2. Pemohon diberikan waktu maksimal hingga 30 (tiga puluh) bulan sejak tanggal prioritas untuk memasuki fase nasional negara-negara tujuan (penentuan negara mana yang akan dijadikan tujuan perlindungan paten)
    3. Selama fase internasional, permohonan akan melalui serangkaian langkah, seperti penelusuran internasional (International Search Report/ISR), opini tertulis (Written Opinion), dan jika terpilih, pemeriksaan pendahuluan internasional (International Preliminary Examination/IPE).
  • Fase Nasional
    1. Setelah melewati fase internasional, pemohon harus memutuskan ke negara-negara mana invensi akan dimasukkan ke fase nasional (Designated States).
    2. Proses ini dilakukan maksimal tanpa batas waktu (misalnya 30 bulan setelah prioritas), tergantung masing-masing negara dan peraturan nasional.
    3. Di fase nasional, persyaratan administratif/penerjemahan, biaya lokal, pemeriksaan nasional, dan pemenuhan persyaratan lokal berlaku sesuai hukum negara tujuan. 

Mekanisme PCT memberikan peluang yang besar bagi inventor Indonesia untuk memperluas perlindungan invensinya ke pasar global dengan cara yang lebih efisien dan fleksibel dibandingkan mengajukan permohonan paten langsung di tiap negara. Namun, penggunaan PCT memerlukan perencanaan teknis, pemenuhan regulasi nasional, analisis biaya dan pasar, serta pengelolaan administratif yang cermat.

Bagi inventor, institusi, atau pun pelaku usaha yang ingin “go global”, pertimbangan untuk memasukan strategi PCT ke dalam roadmap hak kekayaan intelektual. Konsultasi dengan konsultan HKI atau kantor DJKI sangat disarankan untuk memastikan bahwa semua syarat formal telah terpenuhi dan strategi negara tujuan dipilih dengan tepat.***

Baca juga: Langkah Praktis Meneliti Kebaruan Paten: Panduan untuk Inventor dan Pelaku Usaha

Ingin Invensimu “Go Global” dan Terlindungi di Lebih dari 150 Negara?

Segera Konsultasikan Perlindungan Patenmu Melalui Mekanisme PCT bersama Konsultan Ahli HKI di SIP-R Consultant! 

Jangan Sampai Terlambat.

Daftar Hukum:

  • Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1997 tentang Pengesahan Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulations Under the PCT (Keppres 16/1997).
  • Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten  (UU Paten).
  • Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten 2024).

Referensi:

Translate »