Di balik setiap teknologi yang mengubah dunia, dari mesin hemat energi hingga aplikasi berbasis AI, terdapat invensi yang lahir dari ide cemerlang dan kerja keras. Paten hadir sebagai tameng hukum yang melindungi karya tersebut dari peniruan, sekaligus sebagai alat strategis untuk membuka peluang bisnis, investasi, dan kolaborasi. Bagi pemiliknya, paten bukan sekadar sertifikat, melainkan menjadi aset bernilai tinggi yang dapat menjadi sumber keuntungan jangka panjang. 

Namun, memiliki hak paten bukan berarti bebas dari risiko. Banyak pemilik paten yang kehilangan hak eksklusifnya hanya karena lalai membayar biaya tahunan, tidak memanfaatkan invensinya, atau bahkan melanggar aturan yang berlaku. Kesalahan dalam mengelola paten dapat berujung pada hilangnya perlindungan hukum hingga potensi sengketa hukum yang merugikan. Untuk itu, SIP-R Consultant akan mengulas 3 (tiga) hal krusial yang wajib dipahami oleh setiap pemilik paten, yakni masa perlindungan, kesalahan umum yang harus dihindari, dan konsekuensi hukum yang bisa timbul. 

Memahami Jangka Waktu Perlindungan Paten di Indonesia 

Sebelum memanfaatkan hak paten sebagai alat perlindungan dan strategi bisnis, penting bagi pemilik invensi untuk memahami batas waktu berlakunya hak tersebut. Masa perlindungan paten menentukan seberapa lama pemilik dapat menikmati hak eksklusif atas invensinya, termasuk hak untuk melarang pihak lain menggunakan, menjual, atau memproduksi tanpa izin. 

Pemahaman yang keliru atau pengabaian terhadap jangka waktu ini dapat menyebabkan hilangnya hak secara otomatis, bahkan sebelum invensi benar-benar dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu, mengenali perbedaan antara paten biasa dan paten sederhana menjadi langkah awal yang krusial dalam pengelolaan kekayaan intelektual.

Perlindungan hukum atas paten diatur dengan jelas dalam Pasal 22 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten 2024). Berdasarkan ketentuan tersebut, terdapat 2 (dua) jenis paten yang memiliki jangka waktu berbeda, yakni:

  • Paten Biasa

Paten diberikan untuk invensi yang mengandung langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri. Jangka waktu perlindungan paten biasa adalah 20 (dua puluh) tahun sejak tanggal penerimaan permohonan paten dan tidak dapat diperpanjang, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (1) UU Paten. 

  • Paten Sederhana 

Paten sederhana diberikan untuk invensi berupa produk atau alat yang bersifat sederhana, memiliki kegunaan praktis, dan dapat diterapkan dalam industri. Berdasarkan Pasal 23 UU Paten, paten sederhana diberikan perlindungan selama 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan permohonan paten, dan juga tidak dapat diperpanjang.

Jangka waktu perlindungan ini berlaku mutlak. Setelah jangka waktu habis, paten akan menjadi milik umum (public domain), sehingga siapapun dapat menggunakan invensi tersebut tanpa perlu izin dari pemegang paten. Oleh karena itu, pemilik paten perlu merencanakan strategi bisnis sejak dini untuk memaksimalkan manfaat selama periode perlindungan berlangsung.

Baca juga: Tidak Semua Penemuan Dapat Dipatenkan, Pahami Batasan Hukum dan Strategi Inovasinya!

Lalu, Apa Saja Hal-hal yang Harus Dihindari Selama Memiliki Hak Paten?

Memiliki hak paten memang memberikan kekuatan hukum dan peluang ekonomi yang besar, tetapi status tersebut juga datang dengan tanggung jawab yang tidak ringan. Banyak pemilik paten yang terjebak dalam kesalahan administratif atau strategi yang keliru, sehingga berujung pada gugurnya hak eksklusif atau bahkan sengketa hukum yang merugikan. 

Untuk menjaga agar paten tetap aktif, sah, dan bermanfaat, pemilik harus memahami berbagai larangan dan kewajiban yang melekat selama masa perlindungan. Mengabaikan hal-hal ini bukan hanya soal kehilangan hak, tetapi juga bisa berdampak pada reputasi bisnis dan potensi kerugian finansial yang signifikan.

  • Tidak Membayar Biaya Tahunan

Pemilik paten berkewajiban membayar biaya tahunan agar patennya tetap berlaku. Hal ini diatur dalam Pasal 126 ayat (1) UU Paten 2024 yang mengatur bahwa:

“Pembayaran biaya tahunan untuk pertama kali wajib dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal sertifikat Paten diterbitkan.”

Pembayaran biaya tahunan selanjutnya wajib dibayar setiap tahun dan dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tanggal yang sama dengan Tanggal Penerimaan pada periode masa perlindungan tahun berikutnya. Apabila melampaui batas yang ditetapkan, maka diberi masa tenggang selama 6 (enam) bulan dengan dikenai denda sebanyak 100% (seratus persen) dihitung dari jumlah biaya tahunan yang terutang.

Namun, Pasal 128 ayat (1) UU Paten 2024 pun menegaskan bahwa:

“Dalam hal biaya tahunan belum dibayar sampai dengan jangka waktu yang ditentukan, maka Paten dinyatakan dihapus.”

Konsekuensinya, invensi tersebut tidak lagi dilindungi dan masuk ke dalam domain publik. Dalam praktiknya, banyak pemilik paten yang kehilangan hak hanya karena kelalaian membayar biaya tahunan.

  • Membiarkan Paten Tidak Dimanfaatkan

UU Paten menekankan pentingnya pemanfaatan invensi. Berdasarkan Pasal 20 UU Paten, pemegang paten wajib membuat produk atau menggunakan proses paten di wilayah Indonesia. Kemudian, dalam Pasal 82 ayat (1) huruf a UU Paten menyatakan apabila paten tidak dimanfaatkan dalam jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan atau 3 (tiga) tahun sejak diberikan, maka pihak ketiga dapat mengajukan lisensi wajib kepada pemerintah.

Hal ini berarti, meskipun pemilik paten masih terdaftar secara sah, hak eksklusifnya bisa berkurang karena pihak lain memperoleh hak (dalam bentuk lisensi wajib) untuk menggunakan invensi berdasarkan izin pemerintah.

  • Melakukan Pelanggaran Hukum

Pelanggaran juga dapat terjadi jika pemegang paten menggunakan haknya dengan cara yang bertentangan dengan hukum, misalnya melanggar aturan persaingan usaha sehat. Sebagaimana diatur dalam Pasal 132 ayat (1) UU Paten 2024, paten dapat dibatalkan apabila terbukti bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan. Pasal tersebut berbunyi:

  1. Penghapusan Paten berdasarkan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 huruf b dilakukan jika:
  2. Paten menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, atau Pasal 9 seharusnya tidak diberikan;
  3. Pemegang Paten mempunyai itikad tidak baik dalam pengungkapan informasi asal dari Sumber Daya Genetik dan/atau Pengetahuan Tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26;
  4. Paten dimaksud sama dengan Paten lain yang telah diberikan kepada pihak lain untuk Invensi yang sama; atau
  5. Dihapus;
  6. Pemegang Paten melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.

Pemilik paten harus berhati-hati agar tidak melanggar hak paten pihak lain, termasuk dalam proses produksi, distribusi, atau penggunaan teknologi. Pelanggaran paten dapat dikenai sanksi perdata dan pidana. Untuk sanksi perdata telah diatur dalam Pasal 143 UU Paten yakni:

“Pemegang Paten atau penerima Lisensi berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga terhadap setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1).” 

Kemudian, dalam ranah pidana, terdapat ancaman sanksi bagi pihak yang melanggar hak paten orang lain. Misalnya, Pasal 161 UU Paten menyebutkan bahwa pelanggaran terhadap hak paten dapat dikenai pidana penjara hingga 4 (empat) tahun dan/atau denda hingga Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 

Mengelola hak paten bukan hanya soal memiliki sertifikat, tetapi tentang menjaga aset intelektual agar tetap sah, aktif, dan menguntungkan. Dengan memahami jangka waktu perlindungan, menghindari kesalahan administratif dan hukum, serta menjalankan kewajiban sebagai pemilik paten, Anda dapat memaksimalkan nilai invensi sekaligus menghindari risiko gugurnya hak atau sengketa hukum. Paten yang dikelola dengan baik bukan hanya melindungi ide, tetapi juga membuka jalan bagi pertumbuhan bisnis, kolaborasi strategis, dan reputasi sebagai inovator yang bertanggung jawab.***

Baca juga: Memahami Penghapusan Paten dan Dampaknya bagi Pemilik Invensi

Lindungi invensimu dengan langkah yang tepat dan jangan biarkan hak eksklusif hilang sia-sia!

Konsultasikan kebutuhan patenmu bersama SIP-R Consultant untuk mendapatkan solusi hukum dan strategi terbaik. 

Daftar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten 2024).
  • Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten  (UU Paten).
Translate »