Di era digital, profesi content creator dan influencer telah menjelma menjadi salah satu pekerjaan paling diminati, khususnya oleh generasi z atau gen z. Dengan jumlah konten kreator mencapai lebih dari 17 juta orang, 8 juta di antaranya bahkan berpenghasilan di atas UMR. Angka ini menunjukkan betapa besar potensi ekonomi dari industri kreatif berbasis konten digital. Namun, di balik peluang tersebut, terdapat aspek hukum yang tidak boleh diabaikan, yakni hak cipta.

Hak cipta bukan sekadar istilah hukum, melainkan fondasi perlindungan atas karya cipta yang dihasilkan oleh para kreator. Konten berupa video, foto, musik, hingga tulisan yang dipublikasikan di media sosial adalah karya intelektual yang memiliki nilai ekonomi dan moral. Tanpa pemahaman yang memadai mengenai hak cipta, seorang kreator berisiko menghadapi pelanggaran hukum, kehilangan reputasi, bahkan kerugian finansial.

 

Memahami Konten Digital sebagai Karya Cipta yang Dilindungi Hukum

 

Konten digital yang dibuat para kreator konten pada dasarnya merupakan karya cipta, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU HC) yang menyebut bahwa karya cipta yang dilindungi mencakup karya fotografi, karya sinematografi, karya seni rupa, karya musik, karya tulisan, dan berbagai bentuk ekspresi lainnya. Artinya, apa pun yang diciptakan dan dipublikasikan oleh content creator atau influencer, mulai dari foblepharoplastyto yang diunggah di Instagram, video di TikTok atau YouTube, hingga caption kreatif dan desain visual, secara otomatis telah memperoleh perlindungan hukum sejak pertama kali diwujudkan dalam bentuk nyata.

Perlindungan ini tidak memerlukan pendaftaran karena hak cipta lahir secara otomatis (automatic protection). Hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU HC yang menegaskan bahwa hak cipta adalah hak eksklusif yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan. Akan tetapi, karya cipta tersebut dapat dicatatkan di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum.  Dengan demikian, meskipun kreator tidak mendaftarkan kontennya, mereka tetap memiliki hak moral dan hak ekonomi atas karya tersebut, serta dapat mencatatkan karyanya, meskipun pencatatan tersebut bukanlah persyaratan mendapatkan perlindungan hukum berupa hak cipta, melainkan sebagai bukti kepemilikan karya cipta yang lebih kuat.

Konsep hak moral, yakni memberikan kekuatan kepada kreator untuk tetap diakui sebagai pencipta dan melindungi integritas karya mereka. Sementara itu, hak ekonomi memungkinkan kreator memperoleh manfaat finansial dari penggunaan, penggandaan, distribusi, pertunjukan, atau publikasi karyanya. Ketika content creator mendapatkan endorsement, monetize views, atau menjual konten eksklusif, mereka sebenarnya sedang menjalankan hak ekonomi yang dilindungi oleh negara.

Dalam industri kreatif digital, orisinalitas karya menjadi nilai utama. Oleh karena itu, memahami bahwa setiap konten adalah aset hukum merupakan langkah penting agar content creator dan influencer bisa mengelola karier mereka secara profesional dan aman.

Baca juga: Bagaimana Cara Menghasilkan Uang dari Hak Cipta?

 

Risiko Pelanggaran Hak Cipta dan Pentingnya Content Creator Memahami Hak Cipta

 

Banyak content creator atau influencer yang menghadapi risiko tanpa mereka sadari, terutama karena sifat internet yang memudahkan orang untuk mengambil, menggandakan, atau mengubah konten tanpa izin. Salah satu masalah utama yang dihadapi kreator adalah penggunaan materi berhak cipta, seperti musik, foto atau video, tanpa memahami hak eksklusif yang melekat pada materi tersebut. Risiko pelanggaran hak cipta dapat muncul dari dua sisi, yakni:

  • Pelanggaran oleh Kreator

Tidak sedikit konten yang dibuat oleh kreator konten menggunakan backsound musik, foto, cuplikan film, atau desain grafis yang ditemukan secara bebas di internet. Padahal, sebagian besar materi tersebut dilindungi hak cipta dan tidak boleh digunakan tanpa izin, apalagi untuk tujuan komersial. Penggunaan karya orang harus memperhatikan aspek seperti creative commons, royalti fee, atau penggunaan komersial. 

Jika melanggar, kreator dapat dikenai sanksi perdata atau pidana. Pasal 113 ayat (3) UU Hak Cipta menyebutkan bahwa penggunaan karya cipta tanpa izin melalui penggandaan karya cipta untuk kepentingan komersial dapat dikenai pidana penjara hingga 4 tahun dan/atau denda hingga Rp1.000.000.000.

Selain itu, pelanggaran juga dapat mengakibatkan penghapusan akun oleh platform karena melanggar copyright policy, seperti yang berlaku pada YouTube, TikTok, dan Instagram.

  • Kreator sebagai Korban Pembajakan

Kasus pencurian konten (content theft) semakin marak di media sosial. Banyak influencer yang mendapati videonya direupload oleh akun lain tanpa atribusi, atau foto-fotonya digunakan untuk iklan tanpa izin. Risiko ini tidak hanya merugikan secara moral, tetapi juga menghilangkan potensi pendapatan. Fenomena reupload konten tanpa izin menyebabkan kerugian ekonomi luas bagi kreator digital, terutama pada platform yang menerapkan monetisasi.

Oleh karena itu, bagi para content creator maupun influencer, pemahaman mengenai hak cipta tidak hanya berfungsi untuk menghindari sanksi hukum atau menjaga keaslian karya, tetapi juga menjadi elemen penting dalam membangun citra profesional. Kreator yang menunjukkan penghargaan terhadap karya pihak lain akan lebih mudah memperoleh kepercayaan dari audiens maupun mitra brand, sehingga memperkuat posisi mereka dalam industri digital.

Pada akhirnya, hak cipta bukan sekadar aspek hukum, melainkan fondasi yang memastikan keberlanjutan ekosistem kreatif di era digital. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip hak cipta secara tepat, para content creator dan influencer tidak hanya melindungi karya mereka, tetapi juga berkontribusi pada budaya digital yang lebih etis, profesional, dan saling menghargai. Semakin tinggi literasi hak cipta di kalangan kreator, semakin besar pula peluang terciptanya industri konten yang sehat dan berdaya saing.***

Baca juga: Karya Anda Dibajak? Ini Panduan Lengkap Menghadapi Pembajakan Hak Cipta!

 

Jangan biarkan ketidaktahuan hak cipta merugikan bisnismu sebagai kreator!

Dapatkan panduan dari konsultan HKI untuk penggunaan foto yang aman, sah, dan menguntungkan. Follow Instagram @SIPRConsultant dan dapatkan edukasi seputar Hak Cipta lainnya!

 

Daftar Hukum: 

  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU HC). 

Referensi:

Translate »