Sengketa paten merupakan salah satu bentuk perselisihan hukum dalam ranah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang seringkali memerlukan penanganan hukum secara serius dan sistematis. Paten sebagai hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas invensinya, memiliki nilai strategis dan komersial tinggi. 

Oleh sebab itu, pelanggaran terhadap hak paten kerap kali berujung pada konflik antara pemilik paten dan pihak lain yang diduga melakukan pelanggaran. Sengketa paten dapat disebabkan karena klaim kepemilikan, penggunaan hak paten tanpa izin, atau perselisihan terkait lisensi. Penyelesaian sengketa paten dapat dilakukan melalui jalur litigasi maupun non-litigasi, tergantung pada kompleksitas kasus dan preferensi para pihak yang terlibat. 

Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten”) telah mengatur secara jelas mekanisme penyelesaian sengketa paten, baik melalui jalur litigasi (pengadilan) maupun non-litigasi (di luar pengadilan). Prosedur ini memberikan kepastian hukum, serta membuka ruang penyelesaian tanpa mengorbankan hak-hak para pihak.

Jalur Penyelesaian Sengketa Paten Melalui Litigasi dan Non-Litigasi

Sengketa paten dapat diselesaikan melalui dua jalur utama, yaitu jalur litigasi dan nonlitigasi yang disesuaikan dengan kompleksitas kasus dan juga preferensi dari pemilik hak dan pihak yang bersengketa. 

  • Litigasi

Jalur litigasi dilakukan melalui lembaga peradilan. Pemegang paten yang merasa haknya dilanggar dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga yang memiliki kewenangan untuk menangani perkara kekayaan intelektual, termasuk paten. Pada Pasal 143 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU 13/2016”) disebutkan bahwa:

“Pemegang Paten atau penerima Lisensi berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga terhadap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1).”

  • Non-Litigasi

Alternatif penyelesaian sengketa (APS) merupakan metode yang lebih fleksibel dan sering kali lebih cepat dibandingkan litigasi. Dalam Pasal 153 ayat (1) dan (2) UU 13/2016 dijelaskan bahwa:

  1. Selain penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa;
  2. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Mekanisme penyelesaian sengketa non-litigasi dapat dilakukan melalui:

  1. Mediasi: Suatu proses penyelesaian sengketa melalui perundingan dengan bantuan mediator netral. Proses ini diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (“PerMA 1/2016”), namun mediasi juga dapat dilakukan secara eksternal.
  2. Arbitrase: Penyelesaian melalui putusan arbiter atau lembaga arbitrase, seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Arbitrase di bidang HKI mendapat dukungan legal berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU 30/1999”).
  3. Negosiasi langsung: Para pihak menyelesaikan sendiri sengketa melalui perundingan tanpa melibatkan pihak ketiga.

Prosedur Penyelesaian Sengketa Paten Melalui Pengadilan Niaga

Pengadilan Niaga adalah forum resmi penyelesaian sengketa paten yang telah ditetapkan berdasarkan UU Paten. Prosedur ini mencakup beberapa tahap penting, yaitu:

  • Pengajuan Gugatan

Pemegang paten yang merasa haknya dilanggar dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga. Gugatan dapat berupa:

  1. Gugatan ganti rugi;
  2. Gugatan penghentian pelanggaran;
  3. Permohonan penetapan mengenai hak atas paten.
  • Pendaftaran dan Pemeriksaan Formal

Setelah gugatan diajukan, panitera akan melakukan pemeriksaan administrasi terkait kelengkapan dokumen. Jika lengkap, maka perkara akan didaftarkan dan ditetapkan jadwal sidang.

  • Proses Persidangan

Tahapan dalam persidangan meliputi:

  1. Pembacaan gugatan;
  2. Jawaban tergugat;
  3. Replik dan duplik;
  4. Pembuktian (dokumen, saksi, ahli);
  5. Kesimpulan;
  6. Putusan hakim.

Bagi pemilik paten atau konsultan hukum, penting untuk memahami seluruh prosedur dan mekanisme hukum dalam menangani sengketa paten secara tepat. Konsultasikan segera dengan ahli HKI atau advokat yang berpengalaman untuk melindungi hakmu secara maksimal dan menghindari potensi kerugian yang lebih besar.***

Jangan Tunda Lagi!
Perlindungan Hukum Dimulai dari Tindakan yang Tepat, Segera Konsultasi ke Konsultan HKI di SIP-R Sekarang Juga!

Daftar Hukum:

Referensi:

Translate »