Di tengah pesatnya transformasi digital, perusahaan semakin bergantung pada sistem elektronik untuk menyimpan, mengelola, atau mempromosikan informasi terkait bisnisnya. Yang sering luput dari perhatian adalah kebiasaan pemilik bisnis, terutama pelaku UMKM yang aktif membuat konten seputar produk mereka di media sosial. Mulai dari behind the scene proses produksi, preview formula, hingga strategi pemasaran produk yang belum dirilis, semua menjadi celah kebocoran jika tidak disaring dengan cermat. Konten yang dimaksudkan untuk membangun engagement dan membangun transparansi kepada konsumen justru bisa mengungkap elemen-elemen rahasia dagang yang seharusnya dijaga.

Selain itu, formula produk, algoritma, data pelanggaran, strategi pemasaran, hingga proses produksi yang kini lebih banyak tersimpan dalam bentuk digital yang mudah diakses pun tak luput dari potensi kebocoran dan pelanggaran. Perubahan-perubahan ini tentu membawa efisiensi dan kecepatan dalam pengambilan keputusan, namun di sisi lain membuka celah baru bagi ancaman terhadap keamanan informasi. Kebocoran rahasia dagang tidak hanya mengancam daya saing perusahaan, tetapi juga dapat menghilangkan status perlindungan hukum atas informasi tersebut. 

 

Seperti Apa Risiko dan Dampak dari Kebocoran Rahasia Dagang?

 

Rahasia dagang merupakan salah satu bentuk kekayaan intelektual yang paling krusial dalam menjaga keunggulan kompetitif sebuah bisnis. Hal itu mencakup informasi yang tidak diketahui publik, memiliki nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemiliknya, mulai dari formula produk, metode produksi, atau pun strategi pemasaran. Namun, ketika informasi ini bocor dan diketahui oleh pihak yang tidak berwenang, statusnya sebagai rahasia dagang bisa hilang secara permanen. Inilah salah satu risiko terbesar, begitu informasi tersebar ke publik atau digunakan oleh pesaing, perlindungan hukum atasnya tidak berlaku karena syarat utama, yakni kerahasiaan, telah gugur.

Hal ini sebagaimana telah ditegaskan di dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (UU Rahasia Dagang) bahwa:

“Rahasia Dagang mendapat perlindungan apabila informasi tersebut bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana mestinya.”

Dalam Pasal 39 ayat (2) Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs Agreement) pun mengatur bahwa orang perorangan atau badan hukum harus memiliki kemungkinan untuk mencegah informasi yang berada di bawah kendalinya secara sah agar tidak diungkapkan kepada, diperoleh oleh, atau digunakan oleh orang lain tanpa persetujuan mereka dengan cara yang bertentangan dengan praktik-praktik komersial yang jujur selama informasi tersebut:

    1. Bersifat rahasia dalam arti bahwa ia tidak, sebagai sebuah badan atau dalam konfigurasi dn perakitan komponen-komponennya yang tepat, secara umum diketahui di antara atau mudah diakses oleh orang-orang di dalam lingkaran yang biasanya berurusan dengan jenis informasi yang dimaksud;
    2. Memiliki nilai komersial karena bersifat rahasia; dan
    3. Telah mengambil langkah-langkah yang wajar dalam situasi tersebut, oleh orang yang secara sah mengendalikan informasi tersebut, untuk merahasiakannya. 

Artinya, tanggung jawab utama ada pada pemilik informasi untuk memastikan bahwa langkah-langkah perlindungan, baik teknis maupun administratif, telah diterapkan. Jika syarat ini terpenuhi, maka pemilik berhak mencegah pihak lain mengakses atau menggunakan informasi tersebut secara tidak sah, terutama jika dilakukan dengan cara yang bertentangan dengan praktik bisnis yang jujur. Ketentuan ini menjadi fondasi penting dalam sistem perlindungan rahasia dagang secara internasional dan mendorong pelaku usaha untuk lebih proaktif dalam menjaga informasi strategisnya. 

Kebocoran rahasia dagang dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan saluran. Di era digital, risiko ini meningkat drastis karena informasi bisnis kini tersimpan dalam sistem elektronik yang terhubung ke jaringan internet. Perpindahan informasi yang berbentuk fisik menjadi bentuk digital memunculkan risiko baru dalam penyimpanan data informasi tersebut, yaitu adanya potensi kebocoran informasi dalam platform digital yang dapat menyebabkan kerugian kepada pihak yang memiliki informasi tersebut. 

Dampak dari kebocoran rahasia dagang tidak hanya bersifat hukum, tetapi juga secara ekonomi dan reputasi. Secara bisnis, perusahaan bisa kehilangan keunggulan kompetitif yang telah dibangun bertahun-tahun. Misalnya, jika formula eksklusif sebuah produk kosmetik bocor dan ditiru oleh pesaing, maka perusahaan tersebut tidak hanya kehilangan pangsa pasar, tetapi juga kepercayaan konsumen. 

Selain itu, kebocoran rahasia dagang juga dapat memicu konflik internal dan eksternal. Di sisi internal, perusahaan bisa menghadapi krisis kepercayaan antara manajemen dan karyawan, terutama jika kebocoran berasal dari dalam. Di sisi eksternal, hubungan dengan mitra bisnis, investor, atau klien bisa terganggu karena dianggap lalai dalam menjaga keamanan informasi. Dalam industri yang sangat kompetitif seperti teknologi, farmasi, atau manufaktur, satu insiden kebocoran bisa berdampak pada valuasi perusahaan, harga saham, hingga keberlangsungan bisnis itu sendiri.

Yang perlu diwaspadai pula adalah kebocoran yang bersifat bertahap atau tidak langsung. Misalnya, ketika seorang mantan karyawan berpindah ke perusahaan pesaing dan membawa serta pengetahuan yang diperoleh selama bekerja, tanpa membawa dokumen fisik apa pun. Jika tidak ada perjanjian kerahasiaan (NDA) yang mengikat, maka perusahaan asal akan kesulitan menuntut secara hukum. Di sinilah pentingnya tidak hanya menjaga sistem keamanan digital, tetapi juga membangun budaya perlindungan informasi di seluruh level organisasi.

Baca juga: Audit Keamanan Informasi sebagai Bentuk Pencegahan Kebocoran Rahasia Dagang

 

Langkah Pencegahan dan Penegakan Hukum Terhadap Kebocoran Rahasia Dagang

 

  1. Langkah Pencegahan Kebocoran Rahasia Dagang

Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (4) Undang-Undang Rahasia Dagang, setiap pemilik atau pihak yang memiliki kendali atas informasi rahasia wajib mengambil tindakan yang wajar dan sesuai untuk memastikan kerahasiaan tetap terjaga. Oleh karena itu, terdapat sejumlah langkah preventif yang sebaiknya diterapkan guna meminimalkan risiko kebocoran informasi.

Langkah preventif bertujuan untuk meminimalkan kemungkinan kebocoran atau penyalahgunaan rahasia dagang sejak awal. Beberapa strategi yang dapat diterapkan meliputi:

    • Penerapan NDA dan Klausul Kerahasiaan dalam Kontrak Kerja: Semua karyawan, mitra, dan vendor yang memiliki akses terhadap informasi sensitif wajib menandatangani perjanjian kerahasiaan. NDA ini harus dirancang secara spesifik dan mencakup larangan penggunaan informasi setelah hubungan kerja berakhir.

Di Indonesia, NDA dianggap mengikat berdasarkan syarat sah perjanjian, sebagaimana diatur dalam dasar hukum Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) bahwa supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu memenuhi empat syarat:

      1. Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya;
      2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
      3. Suatu pokok persoalan tertentu;
      4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
    • Kebijakan Internal dan SOP Perlindungan Informasi: Setiap perusahaan perlu merancang kebijakan internal dan prosedur operasional standar (SOP) yang secara tegas mengatur akses terhadap informasi. Hal ini mencakup siapa yang berwenang mengakses data tertentu, bagaimana data tersebut disimpan secara aman, serta bagaimana alur komunikasi yang dijalankan agar tidak membuka celah kebocoran. Dengan sistem yang terstruktur, perusahaan dapat meminimalisir risiko penyalahgunaan informasi dan memastikan bahwa rahasia dagang tetap berada di bawah kendali yang sah. 
    • Penerapan Teknologi Keamanan dan Audit Berkala: Di dunia berbasis teknologi, penerapan teknologi keamanan yang canggih seperti enkripsi data, autentikasi multifaktor, dan sistem deteksi awal dapat membantu melindungi data dari ancaman cybercrime. Pemantauan keamanan berkelanjutan melalui audit pun sangat penting. SIstem pemantauan keamanan yang terus-menerus dapat mengidentifikasi kerentanan dan ancaman siber yang mungkin akan muncul. Audit dilakukan untuk memastikan bahwa semua kebijakan dan prosedur keamanan telah dipatuhi, seta mengevaluasi efektivitas  dari tindakan keamanan yang telah diterapkan. 

       2. Penegakan Hukum: Sanksi Pidana dan Gugatan Perdata

Era digital menuntut perusahaan untuk tidak hanya mengandalkan pendekatan hukum, tetapi juga sistem keamanan teknologi informasi yang kuat. Namun, dari sisi hukum, UU Rahasia Dagang sudah memberikan mekanisme perlindungan, serta sanksi terhadap pelanggaran rahasia dagang. 

Jika terjadi kebocoran rahasia dagang, pemilik informasi memiliki hak untuk menempuh jalur hukum guna melindungi kepentingannya. Salah satu opsi adalah mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri, sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) UU Rahasia Dagang mengatur bahwa Pemegang Hak Rahasia Dagang atau penerima Lisensi dapat menggugat siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan yang menjadi hak pemilik, berupa:

    1. Gugatan ganti rugi; dan/atau
    2. Penghentian semua perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh pemilik hak atau penerima lisensi.

Selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, para pihak pun dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. 

Di sisi pidana, pelanggaran terhadap rahasia dagang termasuk dalam kategori delik aduan, yang berarti proses hukum baru dapat berjalan jika ada laporan dari pihak yang dirugikan. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 17 Undang-Undang Rahasia Dagang yang berbunyi:

“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia Dagang pihak lain atau melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 atau Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).”

Kebocoran rahasia dagang di era digital bukan hanya ancaman hukum, tetapi juga risiko strategis yang dapat melemahkan daya saing dan reputasi bisnis. Untuk itu, perusahaan perlu proaktif dalam menerapkan kebijakan internal, teknologi perlindungan data, serta edukasi karyawan guna menjaga kerahasiaan informasi. Jika kebocoran terjadi, jalur hukum baik perdata maupun pidana tersedia untuk menegakkan hak pemilik informasi. Perlindungan rahasia dagang bukan sekadar kewajiban hukum, ini adalah investasi jangka panjang dalam keberlangsungan dan integritas usaha.***

Baca juga: Kenali Ciri Informasi Rahasia Dagang dan Langkah Perlindungannya

Jangan biarkan informasi rahasia dagangmu bocor, amankan sekarang!
Diskusikan strategi perlindungan rahasia dagang bisnismu bersama SIP-R Consultant dan pastikan inovasimu tetap aman dan bernilai. 

Daftar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (UU Rahasia Dagang).
  • Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs Agreement).
  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Referensi:

  • Alfreda, I. J., Permata, R. R., & Ramli, T. S. (2021). Pelindungan Dan Tanggung Jawab Kebocoran Informasi Pada Penyedia Platform Digital Berdasarkan Perspektif Rahasia Dagang. Jurnal Sains Sosio Humaniora, 5(1), 1–16. (Diakses pada 15 Oktober 2025 pukul 10.03 WIB).
  • Firdaus, M. A., & Ilham, M. (2025). Strategi Pencegahan Kebocoran Rahasia Dagang dalam Industri Teknologi. JHN: Jurnal Hukum Nusantara, 1 (3), 333–342. (Diakses pada 15 Oktober 2025 pukul 10.18 WIB).
  • Rahasia Dagang Bocor karena Karyawan, Bisa Dijerat Pidana. HukumOnline. (Diakses pada 15 Oktober 2025 pukul 10.20 WIB).
Translate »