Hak Cipta merupakan aspek fundamental dalam perlindungan sebuah karya intelektual, terutama bagi penulis yang menciptakan karya sastra. Di era digital, di mana penyebaran informasi begitu cepat, perlindungan hak cipta karya sastra menjadi langkah tepat untuk memastikan bahwa hak-hak penulis terlindungi secara hukum. Sebab hak cipta bukan hanya sebagai bentuk pengakuan atas karya, tetapi juga sebagai langkah strategis untuk melindungi hak-hak penulis. 

Hak Cipta memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi penulis karya sastra terhadap pembajakan atau plagiarisme. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU HC”), perlindungan ini mencakup hak moral dan hak ekonomi bagi pencipta. Apabila suatu karya sastra telah tercipta, maka secara yuridis tidak hanya berhak mendapatkan perlindungan hak cipta, tetapi juga mendapatkan pengakuan dan penghormatan secara pantas. 

Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU HC bahwa hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan ciptaan disebutkan dalam Pasal 1 angka 3 UU HC yakni:

“Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.”

Ketika seorang penulis memiliki ide dan imajinasi yang dituangkan dalam wujud nyata, kemudian penulis tersebut melakukan pengumuman dengan cara memasarkan hasil karya sastranya, maka secara otomatis ciptaannya sudah dilindungi secara hukum. Jadi, meskipun ciptaannya tidak didaftarkan atau dicatatkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham, ciptaan sudah dilindungi oleh hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU HC mengenai pengertian hak cipta.

Hak cipta memiliki 2 (dua) hak pokok, yakni hak moral dan hak ekonomi yang mendasari bentuk perlindungannya. Dalam Pasal 5 ayat (1) UU HC, dijelaskan bahwa hak moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk:

  1. Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaan untuk umum;
  2. Menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
  3. Mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
  4. Mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan
  5. Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya. 

Manfaat Hak Cipta Bagi Penulis Karya Sastra

Sementara itu, dalam Pasal 8 UU HC dijelaskan bahwa hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan. Dalam hal ini, hak ekonomi memberikan peluang bagi penulis sebagai Pencipta untuk tidak hanya mendapatkan pengakuan, namun juga pemasukan atas karya yang dihasilkan. Manfaat hak ekonomi bagi penulis karya sastra di antaranya:

  • Pendapatan dari penjualan buku

Penulis berhak mendapatkan royalti dari setiap eksemplar buku yang terjual. Ini adalah salah satu bentuk paling umum dari pemanfaatan hak ekonomi.

  • Penyalinan digital dan publikasi daring

Dalam era digital, penulis bisa memperoleh penghasilan dari publikasi daring, baik melalui penjualan e-book, sistem langganan, atau iklan yang ditayangkan di platform tempat karyanya diakses.

  • Alih wahana buku

Jika karya sastra sangat populer, penulis memiliki hak untuk memberikan izin agar karyanya dapat dialih wahana atau diadaptasi menjadi film, serial TV, atau pun produk turunan lainnya yang dapat menghasilkan keuntungan besar.

  • Lisensi dan perizinan

Penulis dapat memberikan izin (lisensi) kepada pihak lain untuk menggunakan karyanya, misalnya untuk diterjemahkan, diadaptasi menjadi film, teater, atau audiobook, dengan imbalan finansial tertentu. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 80 UU HC yang menyatakan bahwa pencipta memiliki hak untuk mengizinkan atau melarang pihak lain memanfaatkan ciptaannya.

Baca juga: Memahami Hak Cipta Buku, Bagaimana Aturan Lisensi Karya Tulis?

Pencatatan Lisensi Karya Sastra 

Lisensi dalam hak cipta, khususnya untuk karya sastra menjadi cara paling aman dan legal bagi penulis sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk memberikan izin kepada pihak lain dalam menggunakan karyanya. Agar lisensi tersebut sah secara hukum dan dapat dijadikan alat bukti yang kuat jika terjadi sengketa, maka perlu melakukan pencatatan lisensi di DJKI, seperti yang telah diatur dalam Pasal 83 ayat (1) UU HC.

Proses pencatatan lisensi dimulai dengan pembuatan perjanjian tertulis antara pemilik hak cipta dan pihak yang ingin menggunakan karya. Perjanjian ini mencakup berbagai aspek, seperti jangka waktu lisensi, cakupan wilayah, besaran royalti, serta ketentuan lain yang disepakati kedua belah pihak. Setelah perjanjian dibuat, langkah berikutnya adalah mengajukan pencatatan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Pengajuan dilakukan secara elektronik melalui situs resmi DJKI dengan melampirkan dokumen yang diperlukan, termasuk salinan perjanjian lisensi dan bukti kepemilikan hak cipta.

Setelah permohonan diajukan, DJKI akan melakukan verifikasi terhadap dokumen yang dikirimkan. Jika semua persyaratan telah terpenuhi, sertifikat pencatatan lisensi akan diterbitkan sebagai bukti sah di mata hukum. Keberadaan sertifikat ini menjadi alat penting dalam kasus sengketa hukum terkait hak ekonomi atas ciptaan, serta memberikan perlindungan bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta terhadap potensi pelanggaran perjanjian oleh pihak lain.

Pencatatan lisensi tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi penulis dalam mengelola karyanya secara profesional. Dengan adanya pencatatan resmi, penulis dapat lebih mudah menjalin kerja sama dengan penerbit, platform digital, atau pihak ketiga lainnya yang ingin menggunakan karyanya secara legal. Oleh karena itu, bagi penulis yang ingin memastikan hak ekonomi atas karya sastranya tetap terlindungi, melakukan pencatatan lisensi adalah langkah yang sangat disarankan.

Baca juga: Apakah Software Bisa Didaftarkan Hak Cipta?

Konsultasikan Upaya Perlindungan Karya Sastramu Bersama Konsultan Berpengalaman di SIP-R Consultant
Hubungi Kami Melalui WhatsApp atau E-mail Sekarang Juga!

Daftar Hukum:

Referensi:

  • Hak Kekayaan Intelektual untuk Penulis Karya Sastra. Hukumonline. (Diakses pada 15 April 2025 pukul 10.22 WIB). 
  • Simangunsong, H. L., Santoso, B., & Lumbanraja, A. D. (2020). Perlindungan Hak Cipta Terhadap Pembajakan Karya Sastra Novel Versi E-Book Di Tokopedia. Notarius, 13(2), 442–454. https://doi.org/10.14710/nts.v13i2.30504. (Diakses pada 15 April 2025 pukul 10.27 WIB). 
Translate »
× Konsultasi Sekarang