Buku sebagai hasil pengetahuan dan kreativitas termasuk ke dalam karya tulis yang dilindungi oleh Hak Cipta. Hak cipta terkait dengan buku diatur secara ketat melalui berbagai regulasi yang ada, seperti dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU HC”). Perlindungan ini memberikan hak eksklusif kepada pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengatur penggunaan, penggandaan, hingga distribusi karya mereka. 

UU HC hadir sebagai landasan penting untuk menghindari pelanggaran hak cipta dan memberikan kepastian hukum kepada pencipta dan pemegang hak cipta, serta untuk memastikan hak-hak mereka dihormati oleh pihak lain yang ingin menggunakan karya tersebut.

Regulasi Terkait Hak Cipta Buku

Hak cipta adalah salah satu bentuk pelindungan hukum yang diberikan kepada pencipta karya intelektual, termasuk buku, yang merupakan hasil dari kreativitas dan ide-ide orisinal. Dalam Pasal 40 ayat (1) huruf a UU HC, dijelaskan bahwa ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang terdiri atas buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya. Perlindungan ini mencakup hak moral dan hak ekonomi yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta.

Hak moral yakni berupa penghormatan terhadap pencipta karya, termasuk hak untuk dicantumkan namanya sebagai pencipta, melarang perubahan pada karya yang dapat merusak reputasinya, serta hak untuk mempertahankan keutuhan karya. Sementara hak ekonomi mencakup hak untuk mengatur penggunaan komersial atas karya, seperti penjualan, penerbitan, dan distribusi. Dengan demikian, seorang penulis buku memiliki hak eksklusif untuk menentukan bagaimana karyanya diproduksi, didistribusi, dan dimanfaatkan, serta berhak menerima royalti atas penggunaannya. 

Diatur dalam Pasal 58 ayat (1) huruf a UU HC, pelindungan hak cipta atas ciptaan buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. 

Jika ciptaan dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, pelindungan hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal paling akhir dan berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun sesudahnya, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Namun, jika hak cipta dimiliki atau dipegang oleh badan hukum, maka berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman. 

Baca juga: Memahami Durasi dan Jangka Waktu Hak Cipta

Lisensi Wajib dan Lisensi Sekunder Buku

Pencipta atau pemilik hak cipta memiliki hak untuk memberikan lisensi kepada pihak lain atas karyanya. Akan tetapi, dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra terdapat istilah lisensi wajib. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 84 UU HC yang berbunyi:

“Lisensi wajib merupakan lisensi untuk melaksanakan Penerjemahan dan/atau Penggandaan Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra yang diberikan berdasarkan keputusan Menteri atas dasar permohonan untuk kepentingan pendidikan dan/atau ilmu pengetahuan serta kegiatan penelitian dan pengembangan.” 

Setiap orang dapat mengajukan permohonan lisensi wajib terhadap ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan pengembangan kepada Menteri. Dalam Pasal 86 ayat (1) UU HC, dijelaskan bahwa terhadap permohonan lisensi wajib, Menteri dapat:

  1. Mewajibkan Pemegang Hak Cipta untuk melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau Penggandaan Ciptaan di wilayah negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan;
  2. Mewajibkan Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan untuk memberikan izin kepada pihak lain untuk melaksanakan penerjemahan dan/atau Penggandaan Ciptaan di wilayah negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan dalam hal Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan tidak melaksanakan sendiri; atau
  3. Menunjuk pihak lain untuk melaksanakan kewajiban dalam hal Pemegang Hak CIpta tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b.

Kewajiban melaksanakan penerjemahan dilaksanakan setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak ciptaan di bidang ilmu pengetahuan dan sastra dilakukan pengumuman selama karya tersebut belum pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sementara terkait kewajiban melakukan penggandaan dilaksanakan setelah lewat jangka waktu:

  1. 3 (tiga) tahun sejak buku di bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam dilakukan pengumuman dan buku tersebut belum pernah dilakukan penggandaan di wilayah NKRI;
  2. 3 (tiga) tahun sejak buku di bidang ilmu pengetahuan sosial dilakukan pengumuman dan buku tersebut belum pernah dilakukan penggandaan di wilayah NKRI;
  3. 3 (tiga) tahun sejak buku di bidang seni dan sastra dilakukan pengumuman dan buku tersebut belum pernah dilakukan penggandaan di wilayah NKRI. 

Selain lisensi wajib, terdapat istilah lisensi sekunder yang diatur regulasinya diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Royalti Lisensi Penggunaan Sekunder untuk Hak Cipta Buku dan/atau Karya Tulis Lainnya (Permenkumham 15/2024). Bahwa dalam Pasal 1 ayat (11) Permenkumham 15/2024 disebutkan bahwa Lisensi Penggunaan Sekunder adalah penggunaan ciptaan yang melakukan pemanfaatan lanjutan berupa penggandaan dan/atau pendistribusian atas Buku dan/atau Karya Tulis Lainnya yang telah diterbitkan yang bersifat komersial maupun tidak komersial yang merugikan kepentingan wajar dari Pencipta dan/atau Pemegang Hak Cipta Buku dan/atau Karya Tulis Lainnya. 

Pasal 5 Permenkumham 15/2024 menyebutkan sejumlah daftar pengguna sekunder Ciptaan Buku dan /atau Karya Tulis Lainnya yang meliputi:

  1. Satuan pendidikan;
  2. Perguruan tinggi;
  3. Lembaga pendidikan;
  4. Lembaga penelitian;
  5. Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah;
  6. Usaha swasta yang melakukan aktivitas penggandaan dokumen;
  7. Usaha jasa fotokopi;
  8. Penyelenggara sistem elektronik;
  9. Lembaga penyiaran;
  10. Pengembang kecerdasan artifisial (artificial intelligence); dan
  11. Pengguna Sekunder lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Terkait hal tersebut, manfaat ekonomi dari penggunaan sekunder suatu Ciptaan Buku dan/atau Karya Tulis Lainnya diperoleh dalam bentuk Royalti yang besarannya ditetapkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di bidang Buku dan/atau Karya Tulis Lainnya. Aturan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pencipta mendapatkan kompensasi yang layak atas penggunaan karya mereka, sekaligus mencegah pelanggaran hak cipta.

Baca juga: Apakah Karya dari AI Bisa Mendapat Pelindungan Hak Cipta?

Masih Bingung Terkait Bagaimana Bukumu Seharusnya Dilindungi?
Hubungi SIP-R Consultant dan Dapatkan Konsultasi Seputar Hak Cipta Karyamu!

Daftar Hukum:

Translate »
× Konsultasi Sekarang