Menghadapi realitas pasar yang kian sengit, rahasia dagang pun menjelma menjadi aset tidak berwujud (intangible asset) yang penting dalam menjaga kelangsungan dan keunggulan kompetitif perusahaan. Informasi yang bersifat strategis, seperti formula produk, metode produksi, strategi pemasaran, hingga daftar pelanggan, menjadi kunci keunggulan kompetitif yang wajib dijaga kerahasiaannya. Informasi eksklusif tersebut bukan hanya memiliki nilai ekonomi yang tinggi, melainkan juga menjadi pembeda utama antara pelaku usaha yang terus bertumbuh dan yang tergerus persaingan. 

Sayangnya, semakin bernilai sebuah informasi, semakin tinggi pula risiko kebocoran dan pencurian oleh pihak yang tidak berwenang. Kebocoran ini dapat terjadi dalam lingkup internal maupun eksternal, seperti penyalahgunaan oleh mitra kerja, hingga peretasan oleh kompetitor. Dampaknya pun tidak hanya menimbulkan kerugian finansial, melainkan juga membawa konsekuensi hukum yang serius. Melalui artikel ini, SIP-R Consultant akan mengupas secara menyeluruh aspek hukum terkait dengan pelanggaran rahasia dagang!

Aspek Pelanggaran Rahasia Dagang dan Hak Pemiliknya

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (“UU Rahasia Dagang”) rahasia dagang didefinisikan sebagai informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemiliknya. Rahasia dagang meliputi informasi seperti metode produksi, teknik pemrosesan, daftar pelanggan, algoritma, strategi penjualan, dan lain-lain yang bersifat rahasia, memiliki nilai ekonomi, dan telah diupayakan untuk dijaga kerahasiaannya.

Pelanggaran rahasia dagang terjadi apabila seseorang dengan sengaja mengungkapkan rahasia dagang, mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia dagang yang bersangkutan. Lebih lanjut dalam Pasal 14 UU Rahasia Dagang menjelaskan bahwa:

“Seseorang dianggap melanggar Rahasia Dagang pihak lain apabila ia memperoleh atau menguasai Rahasia Dagang tersebut dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Tindakan yang marak terjadi dan termasuk dalam pelanggaran rahasia dagang perusahaan antara lain:

  1. Pencurian atau pengambilan data rahasia oleh mantan karyawan;
  2. Penggunaan informasi yang diperoleh melalui pelanggaran kontrak, misalnya pelanggaran Non-Disclosure Agreement (NDA);
  3. Penyingkapan informasi tanpa izin kepada pihak ketiga;
  4. Penjualan informasi kepada pesaing tanpa persetujuan pemiliknya.

Padahal, pemilik rahasia dagang memiliki hak eksklusif yang mutlak terhadap rahasia tersebut dalam kegiatan bisnisnya, baik dalam pengembangan produk, pengambilan keputusan strategis, maupun dalam proses komersialisasi. Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU Rahasia Dagang, bahwa pemilik rahasia dagang memiliki hak untuk:

  1. menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinya;
  2. memberikan Lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan rahasia dagang atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial.

Hak ini pun memberikan legitimasi penuh pada pemilik untuk menentukan siapa saja yang boleh mengakses, menggunakan, atau mendistribusikan informasi tersebut, serta menetapkan batasan hukum terhadap pihak-pihak yang berpotensi melanggar. Perlindungan ini tidak hanya bersifat kontraktual, melainkan juga dijamin secara hukum melalui Undang-Undang, sehingga pelanggaran terhadapnya dapat dikenakan sanksi berat, baik dalam ranah pidana maupun perdata. Dengan kata lain, setiap tindakan eksploitasi informasi bisnis tanpa persetujuan pemiliknya merupakan bentuk perampasan hak yang bisa berujung pada kerugian komersial, gugatan, atau pun tuntutan pidana. 

Baca juga: Memahami Lisensi untuk Rahasia Dagang

Lalu, Bagaimana Undang-Undang Rahasia Dagang Mengatur Sanksi Atas Pelanggaran Rahasia Dagang?

Undang-Undang Rahasia Dagang memberikan kerangka hukum yang tegas terhadap tindakan pelanggaran informasi bisnis yang dilindungi. Sanksi atas pelanggaran dibagi ke dalam dua kategori utama, yakni perdata dan pidana. Pada Pasal 11 ayat (1) menjelaskan bahwa:

  • Pemegang Hak Rahasia Dagang atau penerima Lisensi dapat menggugat siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, berupa:
  • Gugatan ganti rugi; dan/atau
  • Penghentian semua perbuatan sebagaimana dalam Pasal 4.

Pasal 4 sendiri memberikan hak kepada pemilik rahasia dagang untuk menggunakan informasi tersebut secara mandiri, memberikan lisensi kepada pihak lain, atau melarang penggunaan dan pengungkapan informasi kepada pihak ketiga untuk kepentingan komersial. Jika terjadi pelanggaran terhadap hak-hak tersebut, pemilik atau penerima lisensi dapat menuntut ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan dan/atau meminta penghentian seluruh tindakan yang melanggar. Gugatan ini dapat diajukan ke Pengadilan Negeri sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap kepentingan bisnis dan nilai ekonomi dari rahasia dagang yang dimiliki. 

Sementara itu, ketentuan pidana diatur melalui Pasal 17 ayat (1) UU Rahasia Dagang yang merupakan delik aduan, sehingga hanya dapat diproses hukum apabila ada laporan resmi dari pemilik informasi yang dirugikan. Sanksi yang akan menjerat jika pelanggaran rahasia dagang dibawa ke ranah pidana yakni sebagai berikut:

  • Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia Dagang pihak lain atau melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 atau Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 

Selain itu, dalam Article 43 section (1) of the Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (“TRIPs Agreement”) di bawah kerangka World Trade Organization (WTO) menjelaskan terkait dengan mekanisme pembuktian dalam sengketa pelanggaran rahasia dagang, yakni:

“Otoritas peradilan akan memiliki kewenangan, di mana satu pihak telah menyajikan bukti yang tersedia secara wajar yang cukup untuk mendukung klaimnya dan telah menetapkan bukti yang relevan untuk klaimnya yang berada di bawah kendali pihak lawan, untuk memerintahkan agar bukti tersebut dihasilkan oleh pihak lawan, dengan tunduk pada kondisi yang sesuai untuk memastikan perlindungan informasi rahasia.”

Ketentuan ini menetapkan bahwa apabila penggugat telah menyampaikan bukti awal yang wajar dan cukup mendukung klaimnya, serta menunjukkan bahwa bukti relevan berada dalam penguasaan pihak tergugat, maka otoritas peradilan memiliki wewenang untuk memerintahkan pihak tergugat agar menyerahkan atau menghasilkan bukti tersebut. Perintah ini harus tunduk pada kondisi-kondisi yang ditetapkan oleh pengadilan guna menjamin perlindungan terhadap informasi rahasia yang bersifat sensitif.

Melindungi rahasia dagang bukan sekadar menjaga kerahasiaan informasi—melainkan mempertahankan keunggulan kompetitif yang menjadi napas utama perusahaan. Saat terjadi eksploitasi ilegal, mulai dari pengungkapan tanpa izin hingga penyalahgunaan informasi strategis, pemilik hak memiliki instrumen hukum yang solid untuk bertindak: menggugat kerugian dan menghentikan seluruh aksi yang melanggar. Dengan dukungan sistem hukum nasional dan prinsip-prinsip internasional yang mendukung perlindungan kekayaan intelektual, mekanisme penegakan hukum atas pelanggaran rahasia dagang kini menjadi tameng krusial dalam menghadapi disrupsi bisnis digital yang semakin kompleks dan berisiko.***

Baca juga: Dampak Pelanggaran Rahasia Dagang terhadap Citra Perusahaan

Lindungi Aset Tak Berwujud Milik Perusahaanmu,

Segera Konsultasikan Strategi Perlindungan Rahasia Dagangmu Sekarang dan Pastikan Informasi Bisnismu Tetap Aman dan Terlindungi!

Daftar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (UU Rahasia Dagang).
  • Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights Agreement (TRIPs Agreement).
Translate »