Inovasi teknologi dan penemuan baru adalah aset berharga yang memerlukan perlindungan hukum agar tidak mudah ditiru atau digunakan oleh pihak lain tanpa izin. Salah satu bentuk perlindungan hukum tersebut adalah melalui pendaftaran Paten. Di Indonesia, sistem perlindungan paten dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum, yang menyediakan dua jenis paten, yakni paten biasa dan paten sederhana. Namun, masih banyak masyarakat yang belum memahami tata cara, serta biaya yang dibutuhkan dalam proses paten hingga pemeliharaannya. 

Selain prosedur dan biaya pendaftaran, terdapat pula kewajiban penting yang harus dipenuhi pemegang paten, yaitu pembayaran biaya tahunan untuk menjaga agar Paten tetap berlaku. Tidak membayar biaya ini dapat menimbulkan akibat yang fatal bagi keberlanjutan perlindungan Paten di mata hukum. Seperti apakah dampak yang akan muncul?

Melalui artikel ini, SIP-R Consultan akan membahas secara menyeluruh tata cara dan biaya pendaftaran Paten, perbedaan antara Paten biasa dan Paten sederhana, serta kewajiban pemegang Paten setelah memperoleh hak atas Paten tersebut.

Jenis-jenis Paten dan Perbedaannya

Sebelum masuk ke dalam pembahasan biaya dan tata cara pendaftaran, penting untuk memahami perbedaan antara dua jenis paten yang diakui di Indonesia berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten”) bahwa:

Perlindungan Paten meliputi:

  • Paten; dan
  • Paten sederhana.

Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan untuk Invensi yang baru, mengandung langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri. Sementara Paten sederhana diberikan untuk setiap Invensi baru, pengembangan dari produk atau proses yang telah ada, dan dapat diterapkan dalam industri. 

Perbedaan ini tidak hanya memengaruhi proses pemeriksaan substantif, tetapi juga berdampak pada durasi perlindungan, kompleksitas dokumen, serta besaran biaya yang dikenakan dalam proses pendaftaran dan pemeliharaan. Perbedaan ini memengaruhi:

  1. Waktu pemeriksaan: Paten sederhana cenderung lebih cepat karena tidak melalui pemeriksaan substantif.
  2. Biaya pendaftaran dan pemeliharaan: Paten sederhana dikenakan tarif lebih rendah dibandingkan Paten biasa. Dilansir dari laman DJKI, permohonan Paten biasa untuk UMKM, Lembaga Pendidikan, dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pemerintah sebesar Rp350.000/permohonan, sementara Paten sederhana Rp200.000. Kemudian permohonan Paten bisa bagi umum dikenai biaya Rp1.250.000, sementara itu permohonan Paten sederhana untuk umum sebesar Rp800.000.
  3. Masa perlindungan: Paten biasa memiliki masa perlindungan 20 (dua puluh) tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (1) UU Paten, sementara Paten sederhana hanya diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh tahun) sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) dan keduanya tidak dapat diperpanjang. 

Pemahaman atas klasifikasi ini sangat penting sebelum melangkah ke tahap pendaftaran, agar pemohon dapat memilih jalur yang sesuai dengan karakteristik invensinya dan strategi bisnisnya.

Baca juga: Kiat Sukses Pendaftaran Paten

Kewajiban Para Pemegang Hak Paten

Setelah Paten disetujui dan sertifikat telah diterbitkan, pemegang Paten memiliki kewajiban membayar biaya tahunan (maintenance fee). Biaya ini merupakan bentuk komitmen pemegang Paten untuk tetap mempertahankan hak eksklusif atas invensinya. Aturan terkait dengan kewajiban membayar biaya pemeliharaan ini diatur secara tegas melalui Pasal 126 hingga 128 UU Paten. Lebih lanjut dalam Pasal 126 ayat (1) hingga (4) UU Paten dijelaskan bahwa:

  • Pembayaran biaya tahunan untuk pertama kali wajib dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal sertifikat Paten diterbitkan;
  • Pembayaran biaya tahunan untuk Paten dan Paten sederhana meliputi biaya tahunan dibayarkan untuk tahun pertama sejak Tanggal Penerimaan sampai dengan tahun diberi Paten ditambah biaya tahunan 1 (satu) tahun berikutnya;
  • Pembayaran biaya tahunan selanjutnya wajib dibayar setiap tahun dan dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tanggal yang sama dengan Tanggal Penerimaan pada periode masa perlindungan tahun berikutnya;
  • Pembayaran biaya tahunan yang melampaui batas waktu diberi masa tenggang selama 6 (enam) bulan dengan dikenai denda sebanyak 100% (seratus persen) dihitung dari jumlah biaya tahunan yang terutang. 

Apabila biaya tahunan belum dibayar sampai dengan jangka waktu yang ditentukan, maka Paten dinyatakan dihapus. Terkait dengan biaya Pemeliharaan diatur secara rinci melalui lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2024 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (“PP 45/2024”) yang besarannya berbeda, tergantung pada tahun dan jenis pemegang hak. Pembayaran ini pun dilakukan melalui sistem daring milik DJKI dan harus diselesaikan sebelum tanggal jatuh tempo setiap tahunnya. 

Namun, penundaan biaya tahunan dapat diajukan pemegang Paten dapat dilakukan dengan mengajukan surat permohonan dengan menggunakan mekanisme masa tenggang waktu kepada menteri. Surat permohonan ini diajukan setidaknya tujuh hari sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran biaya tahunan. Hal ini dapat membuat pemegang Paten bisa diberikan penambahan waktu pembayaran dengan masa tenggang paling lama 12 bulan terhitung sejak tanggal berakhirnya batas waktu pembayaran biaya tahunan paten. 

Banyak inovator atau perusahaan yang telah berhasil mendapatkan hak Paten namun lupa atau menunda pembayaran biaya pemeliharaan. Hal ini dapat mengakibatkan hak eksklusif tersebut batal demi hukum. Dalam praktiknya, penghapusan paten karena kelalaian membayar biaya tahunan bukanlah hal yang jarang terjadi. Sebagai pemilik Paten, penting untuk memahami bahwa konsekuensi atas kelalaian ini tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga berdampak langsung pada perlindungan hukum dan nilai komersial invensi yang dimiliki.

Ketika paten dihapus, seluruh hak eksklusif yang sebelumnya melekat pada invensi tersebut menjadi gugur. Artinya, pemegang Paten kehilangan hak untuk melarang pihak lain menggunakan, menjual, atau memproduksi invensi tersebut. Bahkan, hak dan kewajiban dari pihak ketiga yang sebelumnya menerima lisensi atas Paten tersebut juga ikut terhapus. Untuk itu, penting untuk menggunakan jasa konsultan Paten resmi jika merasa belum familiar dengan dokumen teknis dan hukum terkait dengan Paten untuk menghindari kehilangan hak eksklusif atas hasil invensimu.***

Baca juga: Memahami Strategi Komersialisasi Paten Melalui Lisensi

Jangan Sampai Hak Eksklusifmu Hilang karena Kelalaian!

Konsultasikan perlindungan Patenmu dengan konsultan paten berpengalaman untuk mendampingi setiap proses hukum dan administrasi demi terhindar dari kesalahan fatal.

Hubungi Tim SIP-R sekarang juga!

Daftar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten).
  • Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten).
  • Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2024 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (“PP 45/2024”)

Referensi:

Translate »