Industri pariwisata di Indonesia merupakan salah satu sektor yang memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata (Kemenpar) berhasil mencatat potensi nilai devisa sebesar Rp25,4 triliun sepanjang tahun 2024. Angka tersebut diraih melalui berbagai kegiatan pemasaran yang dilaksanakan di dalam maupun di luar negeri. Hal ini pun membuat pemerintah terus mendorong inovasi dan kualitas pariwisata di Indonesia, salah satunya melalui pengembangan desa wisata.
Untuk menjalankan usaha di bidang pariwisata, para pelaku usaha harus mematuhi ketentuan dan regulasi yang berlaku. Salah satu yang paling krusial dan mendasar adalah aturan perizinan usaha. Izin usaha bukan hanya sekedar kewajiban hukum yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha, melainkan juga sebagai upaya untuk meningkatkan kepercayaan wisatawan dan langkah untuk mengembangkan usaha.
Dalam Pasal 26 ayat (1) huruf n Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (“UU Pariwisata”) sebagaimana diubah Pasal 67 angka 4 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, disebutkan bahwa setiap pengusaha pariwisata berkewajiban untuk memenuhi perizinan usaha dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Hal ini berkaitan dengan perizinan berusaha yang merupakan legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (“PP 5/2021”).
Sebelumnya, setiap pelaku usaha di sektor pariwisata wajib memiliki Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) yang diterbitkan dengan berbagai persyaratan seperti izin lokasi, izin lingkungan, izin mendirikan bangunan, dan lainnya. Namun saat ini, TDUP sudah tidak lagi berlaku dan telah digantikan dengan perizinan berusaha berbasis risiko melalui Online Single Submission Risk-Based Approach (OSS-RBA).
Kebijakan ini ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk berbagai sektor termasuk pariwisata dengan fokus pada pengaturan kode kegiatan usaha, persyaratan, perdoman, dan standar kegiatan usaha. Usaha di sektor pariwisata termasuk ke dalam usaha risiko tinggi dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 68120 – Kawasan Pariwisata. Pengklasifikasian lebih lengkap secara baku seluruh kegiatan ekonomi khususnya bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dapat dilihat melalui Katalog Data Kemenparekraf.
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 140 PP 5/2021 bahwa perizinan berusaha sektor pariwisata yang ditetapkan berdasarkan hasil analisis risiko kegiatan usaha terdiri atas:
- Daya tarik wisata;
- Kawasan pariwisata;
- Jasa Transportasi wisata;
- Jasa perjalanan wisata;
- Jasa makanan dan minuman;
- Penyedia akomodasi;
- Penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
- Penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;
- Jasa informasi pariwisata;
- Jasa konsultan pariwisata;
- Jasa pramuwisata;
- Wisata tirta; dan
- Spa.
Baca juga: Pelaku Bisnis Harus Memiliki Izin Usaha?
Selain harus mengantongi perizinan melalui Sistem OSS, pelaku usaha di bidang pariwisata juga harus mengantongi standar usaha dan sertifikat kompetensi. Pada Pasal 54 ayat (1) UU Pariwisata sebagaimana diubah Pasal 67 angka 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dijelaskan bahwa usaha pariwisata harus memiliki standar usaha. Selain itu, berdasarkan Pasal 53 UU Pariwisata diwajibkan pula bagi tenaga kerja untuk memiliki sertifikasi kompetensi yang diperuntukkan bagi tenaga kerja di bidang kepariwisataan, dimana hal ini diperoleh melalui lembaga sertifikasi profesi yang telah mendapatkan lisensi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Regulasi ketat terkait dengan perizinan hingga sertifikat yang harus dimiliki pelaku usaha kepariwisataan bertujuan untuk menjaga kualitas layanan, memastikan keamanan dan kenyamanan wisatawan, serta melindungi lingkungan dan masyarakat di sekitar tempat wisata. Selain itu, aturan ini juga berfungsi untuk mencegah praktik usaha yang tidak bertanggung jawab dan untuk mempromosikan keberlanjutan dalam industri pariwisata dalam negeri.
Baca juga: Cara Daftar NIB Sebagai Elemen Penting Suatu Usaha
Fokus pada Kemajuan dan Inovasi Pariwisata, Serahkan Perizinan Usahamu pada SIP-R Consultant!
Yuk, Konsultasikan Perizinan dengan Kami, Sekarang Juga!
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (“UU Pariwisata”).
- Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (“PP 5/2021”).
- Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 4 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pariwisata (“Permenparekraf 4/2021”).
Referensi:
- Kemenpar Bukukan Potensi Nilai Devisa Rp25,4 Triliun Lewat Sejumlah Kegiatan Pemasaran. Kompas.com. (Diakses pada 26 Desember 2024 pukul 11.32 WIB).
- Sistem Informasi Sertifikasi Pelaku Usaha Pariwisata. Sisupar Kemenparekraf. (Diakses pada 26 Desember 2024 pukul 12.45 WIB).
- Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2020 68120 Kawasan Pariwisata. OSS-RBA. (Diakses pada 26 Desember 2024 pukul 13.20 WIB).
- KBLI Bidang Pariwisata dan KBLI Bidang Ekonomi Kreatif. Katalog Data Kemenparekraf. (Diakses pada 26 Desember 2024 pukul 14.20 WIB).