Paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi. Oleh karena itu diperlukan perlindungan hukum bagi inventor dan pemegang paten. Hal ini dilakukan agar inventor dan pemegang paten dapat mengembangkan kreativitas dalam membuat hasil karyanya yang berkualitas dan adanya peningkatan secara kuantitas.
Baca Juga: Rahasia Dagang, Pelanggaran dan Sanksi Pidana
Hak Pemegang Hak Paten
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten), pemegang paten produk memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan paten yang dimilikinya, serta melarang pihak lain yang tanpa hak membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau disewakan, atau menyediakan untuk diserahkan, produk yang diberi paten.
Hak eksklusif adalah hak yang hanya diberikan kepada pemegang paten dalam jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri haknya secara komersial atau melisensikan hak tersebut kepada orang lain. Pemegang paten memiliki hak untuk dapat memberikan lisensi, baik bersifat eksklusif maupun non-eksklusif, kepada penerima lisensi melalui perjanjian tertulis.
Pemegang paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan paten yang dimilikinya dan melarang orang lain yang tanpa lisensi atau izin untuk membuat, menjual, mengimport, menyewa, menyerahkan memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten. Sementara dalam hal paten proses mencakup metode atau penggunaan. Misalnya, proses pembuatan tinta.
Dalam hal paten proses, terdapat larangan impor terhadap produk yang diproduksi dengan menggunakan paten proses yang dimiliki oleh pihak pemegang paten. Namun larangan penggunaan paten tak berlaku jika ditujukan untuk pendidikan dan penelitian sepanjang tidak merugikan kepentingan dari pemegang paten. Hal ini mencangkup juga untuk keperluan uji bioekivalensi atau bentuk pengujian lainnya.
Jika suatu produk diimpor ke Indonesia dan proses untuk membuat produk tersebut telah dilindungi paten berdasarkan UU Paten, maka pemegang paten proses tersebut berhak melakukan upaya hukum terhadap produk yang diimpor, apabila produk tersebut telah dibuat di Indonesia dengan menggunakan proses yang dilindungi paten.
Sebaiknya pelaksanaan atau penggunaan invensi tersebut tidak digunakan untuk kepentingan yang mengarah kepada eksploitasi untuk kepentingan komersial sehingga dapat merugikan bahkan dapat menjadi kompetitor bagi pemegang paten.
Baca Juga: Perlindungan Hukum Desain Industri
Kewajiban Pemegang Hak Paten
Pemegang paten wajib membuat produk atau menggunakan proses yang diberi paten di Indonesia. Upaya ini agar terjadi alih teknologi, penyerapan investasi, dan penyediaan lapangan kerja. Namun hal ini tidak berlaku jika pembuatan produk atau penggunaan proses tersebut hanya dalam skala regional.
Apabila paten tidak akan dilaksanakan di Indonesia, pemegang paten harus mengajukan permintaan kelonggaran disertai alasan dan bukti yang diberikan oleh instansi terkait. Pengecualian ini hanya dapat disetujui oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), apabila pemegang paten telah mengajukan permohonan dengan disertai alasan dan bukti yang diberikan oleh instansi yang terkait sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten.
Demi kelangsungan berlakunya paten dan pencatatan lisensi, pemegang paten berkewajiban membayar biaya tahunan (annual fee). Istilah ini juga dikenal oleh beberapa negara sebagai biaya pemeliharaan (maintenance fee). Berdasarkan pasal 8 ayat 1 Undang-Undang No. 14 tahun 2001 tentang Paten menyebutkan bahwa paten diberikan untuk jangka waktu 20 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan atas permohonan pemegang paten setelah memenuhi persyaratan dan jangka waktunya dapat diperpanjang.
Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak diperpanjang, paten tersebut sudah tidak berlaku lagi. Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dalam daftar umum paten dan diumumkan melalui media elektronik dan atau media cetak nasional.
Bagi paten sederhana, UU Paten mengatur jangka waktu yang diberikan selama 10 tahun. Terhitung, sejak tanggal penerimaan atas permohonan yang telah memenuhi persyaratan minimum. Jika melewati batas waktu tersebut, paten tak dapat diperpanjang.
Sama halnya dengan jangka waktu 20 tahun, terhadap peruntukan jangka waktu 10 tahun tak dapat diperpanjang.
Baca Juga: Panduan Lengkap Pendirian Badan Usaha CV
Kesimpulan
Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten mengatur bahwa pemegang paten produk memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan paten yang dimilikinya, serta melarang pihak lain untuk membuat, menggunakan, dll produk yang diberi paten. Pemegang paten memiliki hak untuk dapat memberikan lisensi kepada penerima lisensi melalui perjanjian tertulis.
Pemegang paten proses berhak melakukan upaya hukum terhadap produk yang diimpor, apabila produk tersebut telah dibuat di Indonesia dengan menggunakan proses yang dilindungi paten. Namun jika paten tidak akan dilaksanakan di Indonesia, pemegang paten harus mengajukan permintaan kelonggaran disertai alasan dan bukti yang diberikan oleh instansi terkait dan disetujui oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI).
Pemegang paten berkewajiban membayar biaya tahunan (annual fee) dalam jangka waktu selama 20 tahun, terhitung sejak tanggal penerimaan atas permohonan pemegang paten. Bagi paten sederhana, UU Paten mengatur jangka waktu yang diberikan selama 10 tahun, terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan.
Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak diperpanjang, paten tersebut sudah tidak berlaku lagi. Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dalam daftar umum paten dan diumumkan melalui media elektronik dan atau media cetak nasional.
Baca Juga: Prosedur Pendaftaran Hak Cipta